Selasa, 06 November 2012

Alasan Sekte Wahhabi Haram di Indonesia



Muhammad bin Abdul Wahhab
pendiri Sekte Wahhabi
 
Sejarah Sekte Wahhabi
Wahhabisme [Wahabism] adalah gerakan reformasi yang dimulai 200 tahun yang lalu untuk membersihkan masyarakat Islam dari praktek budaya dan interpretasi yang telah ada berabad-abad lamanya. Para pengikut Abdul Wahab (1703-1792 Masehi) dimulai sebagai sebuah gerakan untuk membersihkan Badui Arab dari pengaruh tasawuf. Wahhabi adalah pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, yang melakukan reformasi yang besar dalam agama Islam di Arabia pada abad ke-18. Mahommed bin Abdul-Wahhab lahir pada tahun 1691 (atau 1703) di Al-Hauta dari Najd di pusat Arabia.



 


 “Ya Allah berkatilah bagi kami negeri Syam , Ya Allah berkatilah bagi kami negeri Yaman : Mereka berkata : Ya Rasulullah doakan di negeri Najd pula. Ya Allah berkatilah bagi kami negeri Syam , Ya Allah berkatilah bagi kami negeri Yaman . Ya Rasulullah doakan di negeri Najd pula. Kemudian Rasulullah bersabda di sanalah berlaku : Zalazilu wal fitan ( malapetaka dan fitnah ) dan di sana juga munculnya tanduk syaitan“.
Hadist tersebut diatas adalah hadist sohih dikeluarkan oleh Imam Bukhari no: 1037 – Bab Zalazil juga oleh Imam Muslim : Kitab Haji ” no; 476, Imam Ahmad Juz 2, 3, 6, dan juga “Al-Muntaq’ Al-Hindi Kanzul Ummal ” no; 35116 dan 38158 dan Ibnu Asakir di dalam ” Tahzib Tarikh Damsyik “, Ibnu Hajar di dalam “Majumuk Zawaid” , Khotib Al-Baghadi ” Tarikh Bagdad ” , Abu Nuim di dalam ” Hilyatul Awliyak ” juga Al-Munzir di dalam Targib Wal Tarhib, Imam As-Sayuti ” Jamul Jawamik ” no. 9836.
Ini menunjukkan bahwa Rosulullah Muhammad saw tidak mendoakan Najd !! (Riyadh). Dalam hal ini dikarenakan kawasan tersebut merupakan kawasan Badwi dan jelmaan Syaitan dan munculnya malapetaka apa yang akan disebut sebentar lagi sebagai TANDUK SYAITAN merupakan tempat tinggal Muhammad Abdul Wahab, Abul Azizi Al-Baz yang tinggal di Najd (Riyad), juga Soleh Usimain serta Musilamatul Al-Kadzab.

Muhammad bin Abdul Wahhab berasal dari suku Bani Tamim. Dia memfokuskan ajarannya pada prinsip-prinsip Islam yakni hanya ada satu Allah, dan Allah tidak berbagi kekuasaan dengan siapa pun (tidak pula seorang Imam), dan tentu saja tidak pula pada sebuah benda (baik itu berupa pohon atau batu). Dari prinsip inilah murid-muridnya mulai menyebut diri mereka sebagai Muwahhidun (Unitarian). Sedangkan para pengikut paham lainnya menyebut mereka sebagai kaum/kelompok Wahhabi yakni pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab. Para pengikut ajaran wahhabi ini selalu mengarahkan serangan-serangan fahamisme terhadap para pengikut Syiah.


Penekanan Muhammad bin Abdul Wahhab pada keesaan Allah menegaskan bertentangan dengan syirik atau politeisme, yang didefinisikan sebagai tindakan menghubungkan setiap orang atau objek dengan kekuatan yang boleh diberikan hanya kepada Allah. Dia mengutuk tindakan spesifik yang mengarah ke perbuatan syirik, seperti Nadzar, berdoa di makam-makam waliyullah dan di makam sanak kerabat, dan setiap ritual doa-doa yang memohonkan ridho Allah. Akibatnya, para pengikut Wahhabi melarang untuk memberikan tanda atau nisan pada makam-makam yang bisa menjadikan syirik.
Dalam Aliran Wahhabi yang dimaksud kelompok orang-orang kafir yakni bukan hanya orang-orang yang berada diluar pemeluk agama islam melainkan juga orang-orang Islam yang berada diluar ajaran Wahhabi, dan hal tersebut menurut mereka pantas mendapatkan hukuman mati.

Dalam Aliran Wahhabi menentang keras akan segala hal yang berlandaskan atau mengacu pada Ijma para ulama. Mereka melarang ziarah dan berdoa di makam Rosulullah saw, makam para nabiyullah, makam para sahabat nabi, makam para waliyullah, makam para kyai/ulama dan bahkan makam kedua orang tua.

Di bawah kepemimpinan Raja Saudi Fahd bin Abdul Azlz, mereka menerapkan bentuk Badui, yakni negara persemakmuran yang menerapkan pada ketaatan hukum, pembayaran upeti, wajib militer untuk perang melawan orang kafir, perdamaian internal dan administrasi yang kaku serta keadilan yang dibentuk untuk tujuan penguasa.
Wahhabi menganggap Wahhabisme untuk menjadi satu-satunya bentuk Islam yang benar.Hal ini jelas bahwa mereka (para pengikut aliran Wahabi) telah kembali ke bentuk awal Islam atau Agama Islam yang sesungguhnya.

Imam Muhammad bin Abdul Wahhab meninggal pada tahun 1792.

Para ulama Wahhabi berusaha untuk menafsirkan bagian dari Al-Qur’an dan As-Sunnah agar keduanya sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Barat, terutama standar yang berhubungan dengan relasi gender, hukum keluarga, dan demokrasi partisipatif. Sehingga jelas sudah bahwa :
" Ajaran/Aliran Wahhabi tidak mengikuti sama sekali ke-4 (empat) mahdzab Imam, yakni mahdzab Imam Hambali, mahdzab Imam Hanafi, mahdzab Imam Syafi'i dan mahdzab Imam Maliki ".

Pada Tahun 1920-an menandai awal sejarah dari negara Saudi Arabia yang modern. Di bawah kepemimpinan Raja Saudi Arabia Fahd bin Abdul Aziz memahami adanya sebuah potensi keuntungan yang ditawarkan oleh teknologi barat. Mereka memulainya dengan mengimport mobil-mobil mewah dan klasik, kemudian pembangunan lapangan terbang yang dapat memberikan sebuah sarana untuk mencapai bagian-bagian yang terjauh dari wilayahnya. Mereka juga memerintahkan pembentukan sebuah jaringan informasi yang luas berdasarkan pada telegraf nirkabel, yang mana dapat memiliki kemampuan untuk memperluas "mata dan telinga" di seluruh negeri.

Di bawah pemerintahan Raja Saudi Arabia Fahd bin Abdul Aziz, terutama selama kebangkitan Sekte Wahhabi pada tahun 1920, telah mampu menunjukkan kemampuan dan kesiapan dalam menegakkan ketaatan terhadap hukum Islam dan interpretasi dari nilai-nilai Islam pada diri mereka sendiri dan orang lain. Penafsiran literal dari apa yang merupakan perilaku yang benar sesuai dengan Al-Qur’an dan hadits telah diberikan Wahhabi dengan julukan "Calvinis Muslim". Dalam Wahhabi diajarkan adanya kinerja doa yang tepat waktu, ritual yang benar, dan komunal dilakukan tidak hanya mendesak tapi publik yang diperlukan oleh manusia. Konsumsi anggur dilarang bagi orang percaya karena anggur secara harfiah dilarang dalam Al-Qur'an. Namun larangan tersebut diperluas ke semua minuman yang bersifat memabukkan dan stimulan lainnya, termasuk tembakau. Pakaian sederhana yang diterapkan bagi pria dan wanita muslim sesuai dengan Al-Qur’an, tetapi Wahhabi menentukan jenis pakaian yang harus dipakai, terutama oleh perempuan, dan melarang mengenakan pakaian dari jenis sutra dan emas. Musik dan menari juga diharamkan oleh Wahhabi di masjid-masjid, karena mengandung unsur tertawa dan menangis yang demonstratif, terlebih lagi di tempat-tempat pemakaman.

Kebanyakan kaum Sekte Wahhabi berada di negara Saudi Arabia. Hampir semua lembaga-lembaga pendidikan di negara Saudi Arabia sudah memasukkannya dalam kurikulum pendidikan.

Fakta-fakta Kekeliruan Sekte Wahhabi
 
Tata Cara Posisi Sholat Kaum Wahhabi
Wahabi memakai dalil orang kafir (Dalam Aliran Wahhabi yang dimaksud kelompok orang-orang kafir yakni bukan hanya orang-orang yang berada diluar pemeluk agama Islam melainkan juga orang-orang Islam yang berada diluar ajaran Wahhabi) dalam memvonisnya sebagai Bid’ah. Satu dalil terkenal yang sering mereka pakai adalah:
لَوْ كَانَ خَيْرًا مَا سَبَقُونَا إِلَيْهِ

Jika kita teliti, Nabi tidak pernah mengatakan itu. Di Al Qur’an pun setelah diperiksa, ternyata itu adalah ucapan orang-orang kafir yang dilontarkan terhadap orang yang beriman:
Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman: Kalau sekiranya di (Al-Qur’an) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman) kepadanya. Dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya maka mereka akan berkata: “Ini adalah dusta yang lama.” [Al Ahqaaf 11]
Jadi bagaimana mungkin kaum Wahabi bertasyabbuh/menyerupai orang-orang kafir dengan mengutip ucapan orang-orang kafir sebagai dalil utama untuk memvonis ummat Islam sebagai Ahlul Bid’ah atau sesat? Bukankah itu keliru?

Wahabi pun keliru menafsirkan ayat Al Qur’an di bawah:


“…Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah…” [Al Hasyr 7]

Kaum Wahabi memahami apa yang “Tidak diperintahkan” Nabi sebagai“Larangan.” Padahal di ayat di atas yang “Dilarang” yang harus kita tinggalkan. Ada pun yang tidak diperintahkan atau tidak dilarang, itu sebetulnya bukan larangan. Dari kesalah-pahaman pengambilan dalil inilah akhirnya kaum Wahabi jadi ekstrim dan sering memvonis ummat Islam sebagai Ahlul Bid’ah, Sesat, bahkan kafir yang akhirnya merusak Ukhuwah Islamiyyah. Memecah-belah dan melemahkan ummat Islam. Secara tak sadar mereka justru melanggar larangan Allah dan terjebak dalam dosa. Contoh hal yang tidak diperintahkan atau pun dilarang Nabi misalnya penyusunan kitab Al Qur’an dan juga Kitab-kitab Fiqih oleh para Imam Madzhab. Meski tak ada perintah dan tidak ada larangan, itu bukan berarti haram/bid’ah. Justru bermanfaat memudahkan ummat Islam dalam belajar Islam.

Paham kaum Wahhabi ini adalah paham Takfir. Yaitu menganggap umat Islam itu Ahlul Bid’ah, Sesat, Syirik, Kafir, dsb. Akhirnya mereka mencaci-maki umat Islam dengan sebutan yang mereka sendiri tidak suka:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” [Al Hujuraat 11]
Sebetulnya firman Allah di atas jelas agar kita tidak mengejek sesama Muslim dengan sebutan yang tidak disukai seperti Ahlul Bid’ah, Sesat, apalagi kafir. Namun kenapa kaum Wahabi yang katanya “Menegakkan Sunnah” melakukannya?

Tak jarang juga kaum Wahabi berburuk sangka/curiga sehingga orang yang berziarah kubur kemudian berdoa kepada Allah mendoakan mayat tersebut, mereka sangkakan dengan sebutan menyembah kuburandan bukannya menyembah Allah. Begitu pula ada yang menulis saat dia tengah berteduh di bawah pohon karena kepanasan di padang pasir kemudian berdoa kepada Allah, tiba-tiba seorang Wahabi menghardiknya: “Mengapa engkau menyembah pohon?”. Asal main tuduh sebagai penyembah pohon, padahal tidak mendengar apa isi doa dari orang tersebut. Padahal perbuatan buruk sangka itu adalah dosa:

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” [Al Hujuraat 12]
Jadi bagaimana mungkin orang yang berziarah kubur dicaci sebagai penyembah Kuburan padahal mereka itu sering mengucapkan tahlil: “Tidak Ada Tuhan Selain Allah ?” Mereka sekedar mengikuti perintah Nabi dan juga sunnah Nabi yang sering melakukan Ziarah Kubur :

Dari Buraidah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Saya telah pernah -dahulu- melarang engkau semua perihal ziarah kubur, tetapi sekarang berziarahlah ke kubur itu!” (Riwayat Muslim) Dalam riwayat lain disebutkan: “Maka barangsiapa yang hendak berziarah kubur, maka baiklah berziarah, sebab ziarah kubur itu dapat mengingatkan kepada akhirat.”
Dari Aisyah ra, katanya: “Rasulullah s.a.w. itu setiap malam gilirannya di tempat Aisyah, beliau s.a.w. lalu keluar pada akhir malam ke makam Baqi’, kemudian mengucapkan -yang artinya-: “Keselamatan atasmu semua hai perkampungan kaum mu’minin, akan datang padamu semua apa-apa yang engkau semua dijanjikan besok yakni masih ditangguhkan waktunya. Sesungguhnya kita semua ini Insya Allah menyusul engkau semua pula. Ya Allah, ampunilah para penghuni makam Baqi’ Algharqad ini.”[54] (Riwayat Muslim)
Dari Buraidah r.a., katanya: “Nabi s.a.w. mengajarkan kepada mereka -para sahabat- jikalau mereka keluar berziarah ke kubur supaya seseorang dari mereka mengucapkan -yang artinya-: “Keselamatan atasmu semua hai para penghuni perkampungan-perkampungan -yakni kubur-kubur- dari kaum mu’minin dan Muslimin. Sesungguhnya kita semua Insya Allah menyusul engkau semua. Saya memohonkan kepada Allah untuk kita dan untukmu semua akan keselamatan.” (Riwayat Muslim)
Dari Ibnu Abbas ra, katanya: “Rasulullah s.a.w. berjalan melalui kubur-kubur Madinah lalu beliau menghadap kepada mereka -penghuni-penghuni kubur-kubur- itu dengan wajahnya, kemudian mengucapkan -yang artinya-: “Keselamatan atasmu semua hai para ahli kubur, semoga Allah memberikan pengampunan kepada kita dan kepadamu semua. Engkau semua mendahului kita dan kita akan mengikuti jejakmu.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.

Saat kita ziarah ke makam Rosululloh saw di Madinah pun para ulama Wahabi sering curiga kalau orang-orang yang menziarahi kubur dan mendoakan Nabi sebagai perbuatan syirik yakni menyembah kuburan Rosululloh saw, sehingga sering mengusirnya. Padahal itu tidak benar.
Dari Khalifah Umar bin Khaththab ra berkata bahwa Rasulullah Muhammad saw bersabda :
عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ الاِثْنَيْنِ أَبْعَدُ وَمَنْ أَرَادَ بِحَبْحَةِ الْجَنَّةِ فَعَلَيْهِ بِالْجَماعَةِ

“Tetaplah bersama jamaah dan waspadalah terhadap perpecahan. Sesungguhnya setan bersama satu orang, namun dengan dua orang lebih jauh. Dan barang siapa yang menginginkan surga paling tengah maka hendaklah bersama jamaah”.
[Shahîh, diriwayatkan Ibnu Abu 'Ashim dalam as-Sunnah (87), Imam Ahmad dalam Musnad-nya (1/18), Imam at-Tirmidzi dalam Sunan-nya (2165), Imam al-Hakim dalam Mustadrak-nya (387), dan Imam al-Ajuri dalam asy-Syariah (5)]
كُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ اللهَ لاَ يَجْمَعُ أُمَّةَ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم عَلَى ضَلاَلَةٍ

Tetaplah kalian bersama jamaah maka sesungguhnya Allah tidak menghimpun umat Muhammad di atas kesesatan.

Sanadnya jayyid, diriwayatkan Imam Ibnu ‘Ashim dalam Sunnah-nya (85). Hadits ini diriwayatkan Imam ath-Thabrani dari dua jalan, dan salah satu jalurnya para perawinya terpercaya sebagaimana yang telah disebutkan dalam Majma Zawa`id (5/219)

Dari Anas bin Malik ra, ia berkata bahwa aku mendengar Rasulullah saw bersabda :
إِنَّ أُمَّتِي لاَ تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلاَلَةٍ .

“Sesungguhnya, umatku tidak akan sepakat di atas kesesatan“
Shahîh, diriwayatkan Ibnu Majah dalam Sunan-nya (3950) dan al-Khathib at-Tibrizi dalam Misykatul- Mashabih (174). Diriwayatkan juga oleh Imam at-Tirmidzi dalam Sunan-nya (2167), al-Khathib at-Tibrizi dalam Misykatul-Mashabih (174), dan al-Hakim dalam Mustadrak-nya (391, 392, 393, 394, 395, 396 dan 397) dari Ibnu ‘Umar dengan lafazh: “Sesungguhnya Allah tidak menghimpun umatku atau umat Muhammad di atas kesesatan”. Hadits ini dishahîhkan Syaikh al-Albâni dalam al-Miskât (no. 173) dan terdapat shahid dari hadits Ibnu ‘Abbas yang dikeluarkan at-Tirmidzi dan al-Hakim serta yang lainnya dengan sanad yang shahîh. Lihat Shahîhul Jami’, al-Albâni (1/378, no. 1848)

Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab berkerjasama secara sistematis dan saling menguntungkan dengan keluarga Saud untuk menegakkan Islam.
Padahal Nabi dan juga para ulama Tabi’in memerintahkan agar menjauhi para penguasa/raja:

Rasulullah saw beliau bersabda, ”Barang siapa tinggal di padang pasir, ia kekeringan. Barang siapa mengikuti buruan ia lalai. Dan barang siapa yang mendatangi pintu-pintu penguasa, maka ia terkena fitnah.” (Riwayat Ahmad).
Abu Hazim (Ulama Tabi’in 140 H) mengatakan, ”Sebaik-baik umara, adalah mereka yang mendatangi ulama dan seburuk-buruk ulama adalah mereka yang mencintai penguasa”.
Selain Abu Hazim, Wahab bin Munabih (110 H), ulama dari kalangan tabi’in juga pernah menyatakan Agar para ulama menghindari pintu-pintu para penguasa, karena di pintu-pintu mereka itu ada fitnah, ”Kau tidak akan memperoleh dunia mereka, kecuali setelah mereka membuat musibah pada agamamu”. (Riwayat Abu Nu’aim).

Banyak hal yang menurut Ulama Salafi Wahhabi itu Bid’ah, namun menurut Jumhur Ulama justru tidak bid’ah. Contohnya seperti Zikir berjama’ah, Pengajaran Sifat 20, Qunut Subuh, dsb.
Berikut beberapa hal yang dipermasalahkan oleh Sekte Wahhabi, diantaranya sebagai berikut :
1. Zaman Rosululloh Muhammad saw, shalat Tarawih dikerjakan secara sendiri-sendiri. Pada saat Umar ra jadi Khalifah, Umar ra mengumpulkan para sahabat untuk tarawih bersama di masjid. Itu adalah bid’ah hasanah kata Umar ra yg diaminkan oleh para sahabat. Dan kita semua tau bagaimana sosok kualitas ke-Islaman Umar ra beserta sahabat, jelas jauh di atas para syaikh yang ada di masa sekarang.
2. Zaman Rosululloh Muhammad saw Al Qur’an tidak berbentuk 1 kitab seperti sekarang. Namun pada zaman Khalifah Abu Bakar ra, Khalifah Umar ra mengusulkan agar Al-Qur’an dibukukan sehingga tidak tercerai-berai dan akhirnya dilupakan mengingat banyak Hafidz Qur’an yang terbunuh saat perang. Khalifah Abu Bakar ra saat itu merasa sedikit ragu, dikarenakan beliau takut kalau hal tersebut hukumnya bid’ah. Namun atas desakan dari Sayyidina Umar bin Khattab ra dan juga persetujuan sahabat lainnya, akhirnya Al-Qur’an dibukukan.
Banyak orang yang kurang memahami pengertian bid’ah itu sendiri, sehingga hal-hal yang sebetulnya tidak bid’ah, dimasukkan sebagai bid’ah dan masuk neraka. Padahal mengkafirkan orang itu dosa.
3. Kitab Hadits zaman Rosulullah Muhammad saw tidak ada. Bahkan Rosulullah Muhammad saw melarang sahabat untuk menulis Hadits karena dikhawatirkan tercampur dengan Al Qur’an. Namun para ulama dan ahli Hadits akhirnya membukukan Hadits dari Imam Malik dengan Al- Muwatho, hingga Imam Bukhari, Imam Muslim, dsb. Ini juga bukan bid’ah yang masuk neraka.
4. Bilal juga pernah menambah Ash Sholatu Khoirun Minan Naum pada adzan Subuh. Rosulullah Muhammad saw tidak menganggap itu bid’ah.
5. Rosulullah Muhammad saw tidak pernah bersyair di Masjid, namun penyair Hasan bin Tsabit melakukannya. Dan reaksi Rosulullah Muhammad saw saat itu adalah membolehkannya.
6. Rosulullah Muhammad saw tidak pernah bermain tombak di masjid. Namun orang-orang Habsyi melakukannya. Saat itu Sayyidina Umar ra, ingin menimpuk orang-orang Habsyi tersebut, akan tetapi justru Rosulullah Muhammad saw melarangnya dan beliau (Rosulullah Muhammad saw) malah menontonnya.
7. Sayyidina Utsman bin Affan ra, memberi tambahan Adzan yang ke-2 dan ke-3 pada Sholat Jum’at :
Saib bin Yazid berkata, “Adalah adzan pada hari Jumat, permulaannya adalah apabila imam duduk di atas mimbar, yakni pada masa Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar. Pada masa Utsman dan orang-orang (dalam satu riwayat: penduduk Madinah) sudah banyak, ia menambahkan (dalam satu riwayat memerintahkan 1/220) adzan yang ketiga (dalam satu riwayat: kedua) lalu dilakukanlah adzan itu di Zaura’. (Maka, menjadi ketetapanlah hal itu 1/220). Nabi tidak mempunyai muadzin kecuali satu orang. Adzan Jumat itu dilakukan ketika imam duduk di atas mimbar.” [HR Bukhari]

Salafi Wahhabi meyakini bahwa merekalah yang disebut-sebut dalam hadits Rosulullah Muhammad saw sebagai golongan yang selamat dan masuk syurga, sedangkan 72 golongan lainnya adalah kelompok sesat dan bid’ah dan akan masuk neraka. Hadits tersebut berbunyi :

“Umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu golongan.” Ditanyakan kepada beliau, “Siapakah mereka, wahai Rasul Allah?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang mengikutiku dan para sahabatku.” (HR Abu Dawud, At-Tirmizi, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darami dan Al-Hakim).
Dengan mengutip dua hadits tentang; satu golongan yang selamat dari 73 golongan dan hanya satu jalan yang lurus, maka salafi meyakini bahwa merekalah yang disebut-sebut kedua hadits tersebut. Salafi-lah satu-satunya golongan yang selamat dan masuk syurga, serta golongan yang menempuh jalan yang lurus itu. Simaklah pernyataan Salafi Wahhabi :
“Dan orang-orang yang tetap di atas manhaj Nabi SAW, mereka dinisbahkan kepada salaf as-shalih. Kepada mereka dikatakan as-salaf, as-salafiyun. Yang menisbatkan kepada mereka dinamakan salafi.”(Lihat Abu Abdillah Jamal bin Farihan Al-Haritsi, Menepis Penyimpangan Manhaj Dakwah, hal. 33, catatan kaki).
“Kami di atas manhaj yang selamat, di atas akidah yang selamat. Kita mempunyai segala kebaikan “alhamdulillah-” (Lihat Abu Abdillah Jamal bin Farihan Al-Haritsi, Menepis Penyimpangan Manhaj Dakwah, hal. 76-77).

Padahal jika kita benar-benar mempelajari Sejarah dan juga Hadits-hadits Nabi yang bercerita tentang Nabi dan para Sahabat, kita tahu bahwa mereka bisa menerima adanya perbedaan dan saling menghormati selama masih dalam jalan Islam.

Sesungguhnya perbedaan pendapat itu hal yang biasa. Di antara Suami-Istri, Kakak-Adik, para Ulama Mazhab seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’ie, dan Imam Hambali saja biasa terjadi perbedaan pendapat. Bahkan para Nabi pun seperti Nabi Daud as dan Nabi Sulaiman as dijelaskan Allah dalam Surat Al-Anbiyaa’ ayat 78 dan 79 adanya perbedaan pendapat.


Janganlah ada satupun yang shalat ‘Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah.” Lalu ada di antara mereka mendapati waktu ‘Ashar di tengah jalan, maka berkatalah sebagian mereka: “Kita tidak shalat sampai tiba di sana.” Yang lain mengatakan: “Bahkan kita shalat saat ini juga. Bukan itu yang beliau inginkan dari kita.” Kemudian hal itu disampaikan kepada Rasulullah SAW namun beliau tidak mencela salah satunya.”
Sekali lagi Rasulullah Muhammad saw tidak mencela salah satu pihak yang berlawanan pendapat itu dengan kata-kata bid’ah, sesat, kafir, dan sebagainya. Beliau bahkan tidak mencela salah satunya. Masing-masing pihak punya argumen. Yang shalat Ashar di tengah jalan bukan berarti ingkar kepada Rasulullah Muhammad saw. Namun mereka mencoba sholat di awal waktu sebagaimana diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.
Yang shalat belakangan di perkampungan Bani Quraizah juga bukan melanggar perintah sholat di awal waktu. Namun mereka mengikuti perintah Rasulullah Muhammad saw di atas.
Dari Sa’id bin Musayyab, ia berkata, “Suatu ketika Umar ra berjalan kemudian bertemu dengan Hassan bin Tsabit yang sedang melantunkan syair di masjid. Umar menegur Hassan, namun Hassan menjawab, ‘aku telah melantunkan syair di masjid yang di dalamnya ada seorang yang lebih mulia darimu (Nabi Muhammad).’ Kemudian ia menoleh kepada Abu Hurairah. Hassan melanjutkan perkataannya. "Bukankah engkau telah mendengarkan sabda Rasulullah saw, jawablah pertanyaanku, ya Allah mudah-mudahan Engkau menguatkannya dengan Ruh al-Qudus. Abu Hurairah lalu menjawab, ‘Ya Allah, benar (aku telah mendengarnya)”. (HR. Abu Dawud [4360] an-Nasa’i [709] dan Ahmad [20928]).
Lihat saat Hassan Bin Tsabit ra, sang penyair tengah melantunkan syair yang memuji-muji Allah dan RasulNya di Masjid sebelum waktu sholat, Nabi Muhammad tidak melarang atau mencelanya. Beliau bahkan diam mendengarkannya.
Memangnya apa yang diperbuat Hassan Bin Tsabit ra, yaitu bersyair di Masjid sebelum waktu sholat itu pernah dilakukan oleh Rasulullah Muhammad saw ? Meski Rasulullah Muhammad saw tidak melakukannya, namun beliau tidak mencaci dengan kata-kata buruk seperti Bid’ah, Sesat, Kafir dan sebagainya. Bersyair saja dibolehkan oleh Rasulullah Muhammad saw, apalagi kalau berdzikir atau bersholawat!

Saat berbeda pun dalam berpuasa di perjalanan para sahabat tidak saling cela. Ada yang berbuka, ada pula yang tetap berpuasa:
Anas bin Maalik berkata: “Kami sedang bermusafir bersama dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam semasa Ramadhan dan di kalangan kami ada yang berpuasa, ada yang tidak berpuasa. Golongan yang berpuasa tidak menyalahkan orang yang tidak berpuasa dan golongan yang tidak berpuasa tidak menyalahkan orang yang berpuasa. [ hadist riwayat Bukhari and Muslim]
Perbedaan itu akan selalu ada. Namun sayangnya kelompok ekstrim seperti Salafi Wahabi menafikkan adanya perbedaan tersebut. Orang yang berbeda pendapat dengan mereka langsung disebut sebagai Ahlul Bid’ah, Musyrik, Kuffar, dan sebagainya. Meski tidak bersumber pada Rasulullah Muhammad saw, namun berasal dari  Al-Qasim bin Muhammad, cucu Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Beliau lahir di masa khalifah Ali bin Abi Thalib ra menjadi penguasa. Beliau adalah seorang imam yang menjadi panutan dan wafat tahun 107 H.
Imam Al-Baihaqi menyebutkan dalam kitab Al-Madkhal bahwa lafadz ini adalah perkataan Al-Qasim bin Muhammad. Demikian juga komentar dari Al-Imam As-Suyuti sebagaimana yang kita baca dari kitab Ad-Durar Al-Mutasyirah, lafadz ini adalah perkataan Al-Qasim bin Muhammad.

Berikut kilas balik tahun-tahun sejarah berdirinya Sekte Wahhabi :
1726 : Dakwah di Huraymilah dan menyebarkan Perkara Baru ajaran takfir-nya, yang kemudian dia diusir oleh masyarakat setempat.
1728 : Dakwah di Uyainah, dia mendapat dukungan dari Amir Utsman penguasa Uyainah, dan mulai melakukan perusakan dan pembongkaran nisan makam orang-orang soleh. Tindakan dan ajarannya yang ekstrem tersebut mendapat reaksi kecaman dari penguasa-penguasa wilayah yang lain. Akhirnya Amir Utsman menarik dukungannya dan mengusirnya.
Hempher yang selalu memback-up dari belakang layar, akhirnya mengatur pertemuan dengan Muhammad Bin Su’ud penguasa Di’riyah.
1744 : Bergabung dengan Muhammad Bin Saud penguasa Di’riyah, semakin gencar menyebarkan doktrin-doktrin ajaran Wahhabi. yang dalam prakteknya kerap dengan tindakan kekerasan dan pemaksaan ajaran Wahhabi.
1765 : Muhammad Bin Saud peguasa Di’riyah meninggal dunia, digantikan oleh Abdul Azis bin Muhammad Al Saud.
1792 : Dengan dukungan senjata dan dana dari Inggris yang difasilitasi oleh Hempher, Revolusi Wahabi dibawah pimpinan Abdul Azis Bin Su’ud berhasil menguasi : kota Riyadh, Kharj, dan Qasim di wilayah Arabia Tengah.
1793 : Muhammad Bin Abdul Wahab wafat.
Kemudian mereka melanjutkan ekspansi ke timur yakni ke wilayah Hasa, dan menghancurkan kekuasaan Banu Khalid di wilayah itu. Para pengikut Syi`ah di kawasan ini, yang jumlahnya cukup banyak, dipaksa untuk menyerah dan mengikuti Wahhabisme atau dibunuh jika menolaknya.
1797 : Menyerbu Teluk Persia, Oman, Qatar, Bahrain.
1802 : Menyerbu Thaif, dilanjutkan menyerbu Karbala Irak, membunuh kurang lebih 2.000-an pengikut Syi`ah yang sedang beribadah dalam merayakan bulan suci Muharram. Dengan kemarahan yang tak terkontrol, mereka menghancurkan makam-makam Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra, Husain bin Ali ra, imam-imam Syi`ah, dan khususnya kepada makam puteri Rasulullah Muhammad saw yakni Sitti Fatimah ra.
1803 : Menyerbu Mekkah.
1804 : Menyerbu Madinah.
Mereka membunuh syekh dan orang awam yang tidak bersedia masuk Wahhabi. Perhiasan dan perabotan yang mahal dan indah, yang berasal dari sumbangan banyak raja dan pangeran dari seluruh dunia Islam untuk memperindah banyak makam waliyullah di sekitar kota Mekkah dan Madinah, begitu pula makam Rasulullah Muhammad saw dan Masjidil Haram yang dicuri dan dibagi-bagikan diantara para pengikut salafi wahhabi. Pada saat kota Mekkah jatuh ke tangan Wahabi. Dunia Islam guncang, terlebih dikarenakan mendengar kabar bahwa makam Rasulullah Muhammad saw telah dinodai dan dijarah, rute jamaah haji ditutup, dan segala bentuk peribadatan yang tidak sejalan dengan praktik Wahhabi dilarang.
1806 : Abdul Azis Bin Su’ud meninggal dunia digantikan Abdullah bin Sa’ud.
1811 : Turki Ottoman mulai mengirimkan pasukan untuk memadamkan revolusi pemberontakan kaum Wahhabi.
1812 : Pasukan Turki Ottoman dari Mesir berhasil menguasai kota Madinah.
1815 : Kembali pasukan Turki Ottoman dari Mesir menyerbu : kota Riyadh, Mekkah dan Jeddah.
1818 : Di’riyah adalah ibukota pusat gerakan pemberontak Wahhabi berhasil dikuasai pasukan Khilafah Islam Turki Ottoman. Pemimpin Wahhabi saat itu Abdullah bin Sa’ud tertangkap, dibawa ke Istambul dan dihukum gantung disana sebagai pemimpin pemberontak.
1821 : Tentara Khilafah Islam Turki Ottoman ditarik dari Arabia.
1824 : Turki Bin Abdullah, yang bapaknya dihukum gantung di Turki mengambil alih kepemimpinan kaum Wahabi menduduki Riyadh.
1830 : Meluaskan penaklukan ke daerah `Aridh, Kharj, Hotah, Mahmal, Sudayr Aflaj dan Hasa.
1834 : Turki bin Abdullah dibunuh oleh konspirasi internal keluarga Saud yang dipimpin oleh saudara sepupunya sendiri, yang diangkat sebagai walikota Manfuhah yang bernama Mishari. Setelah mengalami konflik antar sesama bani Saud, Faisal bin Turki berhasil naik tahta menjadi pemimpin baru Sekte Wahhabi.
1837 : Faisal bin Turki Al Saud, ditangkap oleh Otoritas Turki Ottoman dan dibawa ke Mesir, dikarenakan ia menolak untuk membayar upeti ke Mesir.
1863 : Faisal bin Turki Al Saud berhasil melarikan diri dari Mesir, dan kembali berkuasa di Riyadh. Akan tetapi masih mengakui kedaulatan pemerintahan Khilafah Islam Turki Ottoman dan rutin membayar upeti ke Mesir.
1865 : Faisal bin Turki Al-Saud meninggal, anak-anaknya dari isteri yang berbeda-beda terlibat perebutan kekuasaan.
1871 : Sa’ud bin Faisal keluar sebagai pemenang dan berkuasa memimpin teritorial kaum Sekte Wahhabi.
1875 : Sa’ud bin Faisal meninggal, dan kembali terjadi perebutan kekuasaan.
1887 : Abdullah Al-Saud meminta bantuan kepada Muhammad bin Rasyid penguasa Ha’il. Laskar bani Rasyid setelah membantu Abdullah dan berhasil menyingkirkan pesaing-pesaingnya akhirnya justru menangkap Abdullah dan menguasai Riyadh dengan mengatasnamakan sebagai wali dari Turki Ottoman.
1889 : Abdurrahman Al-Saud, salah satu walikota dibawah kendali Al-Rasyid memberontak tetap berhasil ditumpas oleh Muhammad Bin Rasyid, Abdurrahman melarikan diri keluar dari Riyadh.
1893 : Abdurrahman Al-Saud menetap di Kuwait dibawah perlindungan kekuasaan bani Al-Sabah dibawah proteksi Inggris yang mengacu pada traktat tahun 1899.
1902 : Abdul Azis bin Abdurrahman Al-Saud meminta bantuan Inggris berusaha merebut kekuasaan di Riyadh dari bani Rasyid yang didukung Khilafah Turki Ottoman. Mulanya Inggris meragukan kemampuan Abdul Azis, tapi Abdul Azis meyakinkan Inggris bahwa metodenya adalah murni gerakan politik-militer yang akan “membunuh semuanya” yang menentangnya, tidak perduli meskipun ia seorang Muslim.
1906 : Abdul Azis bin Abdurrahman Al-Saud yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Saud dengan dukungan penuh dari Inggris berhasil menguasai QASIM, yang mendekati pusat pemerintahan bani Rasyid di Nejd.
1913 : Hasa yang banyak penganut SYIAH dikuasai. Ibnu Saud mengadakan perjanjian dengan para ulama Syiah yang menetapkan bahwa Ibnu Saud akan memberikan mereka kebebasan menjalankan keyakinan mereka dengan syarat mereka patuh dan taat kepada Ibnu Saud. Pada saat yang sama, Syiah tetap dianggap sebagai kalangan Rafidlah yang KAFIR.
1915 : Ditengah berkecamuknya perang dunia ke-I, Pada tanggal 26 Desember 1915, Ibnu Saud menyepakati traktat dengan Inggris. Berdasarkan traktat ini, pemerintah Inggris mengakui kekuasaan Ibnu Saud atas Najd, Hasa, Qatif, Jubail, dan wilayah-wilayah yang tergabung di dalam keempat wilayah utama ini. Dan apabila wilayah-wilayah ini diserang, Inggris akan membantu Ibnu Saud. Traktat ini juga mendatangkan keuntungan material bagi Ibnu Saud. Ia mendapatkan 1000 senapan dan uang £20.000 begitu traktat ditandatangani. Selain itu, Ibnu Saud menerima subsidi bulanan £5.000 dan bantuan senjata yang akan dikirim secara teratur sampai tahun 1924.
Dokumen diatas menjelaskan : sebagai imbalan bantuan dan pengakuan Inggris akan kekuasaannya, Ibnu Saud menyatakan tidak akan mengadakan perundingan dan membuat traktat dengan negara asing lainnya. Ibnu Saud juga tidak akan menyerang ke wilayah lain atau ikut campur tangan politik maupun militer di wilayah Kuwait, Bahrain, Qatar, dan Oman. Yang mana kesemuanya berada dibawah proteksi kolonial Inggris. Ibnu Saud juga berjanji membiarkan berdirinya negara Yahudi di Palestina yang diarsiteki Inggris. Traktat ini mengawali keterlibatan langsung Inggris di dalam pemerintahan politik dalam maupun luar negeri dari Ibnu Saud.
1916 : Perjanjian penentuan batas wilayah. Komisioner tinggi Inggris Sir Percy Cox dengan mengambil kertas dan pena menentukan batas-batas teritori wilayah kerajaan-kerajaan di Timur Tengah sebagai kerajaan-kerajaan nasional yang berdaulat lepas dari Khilafah Turki Ottoman.
Sementara itu, saingan dari Ibnu Saud di Najd yakni Ibnu Rasyid yang tetap bersekutu dengan Khilafah Utsmaniah. Ketika Kesultanan Utsmani kalah dalam Perang Dunia I bersama-sama dengan Jerman, bani Rasyid kehilangan sekutu utama. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya, Rasyid dilanda persaingan internal di bidang suksesi. Konflik antara Ibnu Saud dan Ibnu Rasyid sendiri tetap berlangsung lama baik selama PD I dan sesudahnya.
1917 : Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour menerbitkan deklarasi Balfour kepada Lord Rothschild seorang aristocrat dan miliuner Yahudi, tepat pada tanggal 2 Nopember 1917 negara Yahudi di Palestina berdiri.
Pada tanggal 11 Desember 1917, Inggris dibawah pimpinan Jenderal Edward Allenby menduduki Palestina.
1921 : Setelah berbulan-bulan lamanya dikepung, pada tanggal 4 November 1921, Ha’il, ibukota bani Rasyid, jatuh ke tangan Ibnu Saud yang dibantu Inggris melalui dana dan persenjataan. Penduduk oase subur di utara itu pun mengucapkan baiat ketundukan dan kepatuhan pada Ibnu Saud.
1922 : Asir, wilayah di Hijaz selatan dikuasai Ibnu Saud.
1924 : Mekkah dan Madinah dikuasai.
1925 : Jeddah dikuasai, di tahun ini Ibnu Saud memproklamirkan diri sebagai RAJA HIJAZ.
1926 : Ibnu Saud memproklamirkan diri sebagai RAJA HIJAZ dan SULTAN NEJD. Agen intelejen Inggris yang bernama Harry St. John Pilby tinggal di Jeddah sebagai penasehat dan penghubung dengan pemerintah Inggris. Pada tahun 1930 Philby resmi masuk menjadi anggota dewan penasihat pribadi Raja.
1927 : Perjanjian umum Inggris-Arab Saudi yang ditandatangani di Jeddah (20 Mei 1927). Perjanjian itu, yang dirundingkan oleh Clayton, mempertegas pengakuan Inggris atas ‘kemerdekaan lengkap dan mutlak’ Ibnu Saud, hubungan non-agresi dan bersahabat, pengakuan Ibnu Saud atas kedudukan koloni Inggris di Bahrain dan di seluruh wilayah keemiran Teluk, serta kerjasama dalam menghentikan perdagangan budak. Dengan perlindungan Inggris ini, Abdul Aziz (yang dikenal dengan Ibnu Saud) merasa aman dari berbagai rongrongan.
1928 : Suku Duwais yang tidak senang terhadap sikap politik Ibnu Saud yang terlalu pro Barat dan menyetujui berdirinya Israel di Palestina melakukan pemberontakan. Dengan bantuan angkatan udara Inggris dilakukan pengeboman dan penumpasan pemberontakan suku Duwaish
1932 : Ibnu Saud memproklamrikan berdirinya Kerajaan Saudi Arabia (Al-Mamlakah Al-‘Arabiyah As-Su‘udiyah) dengan wilayah kekuasaan yang sampai sekarang ini dikenal sebagai Kerajaan SAUDI ARABIA.
1933 : Begitu diketemukan minyak di Wilayah Kerajaan Saudi Arabia, Perusahaan Minyak Standart Oil Company dari California memperoleh konsesi (hak eksplorasi minyak) selama 60 tahun. Perusahaan ini kemudian berubah nama menjadi Arabian Oil Company pada tahun 1934. Pada awalnya, pemerintah AS tidak begitu peduli dengan Saudi. Namun, setelah melihat potensi besar minyak negara tersebut, AS dengan agresif berusaha merangkul Saudi.
1941 : Untuk kepentingan minyak, secara khusus wakil perusahaan Aramco, James A. Moffet, menjumpai Presiden Roosevelt (April 1941) untuk mendorong pemerintah AS memberikan pinjaman utang kepada Saudi. Hutang inilah yang kemudian semakin menjerat negara tersebut menjadi ‘budak’ AS. Pada tahun 1946, Bank Ekspor-Impor AS memberikan pinjaman kepada Saudi sebesar $10 juta dolar. Tidak hanya itu, AS juga terlibat langsung dalam pembangunan Kerajaan Saudi Arabia menjadi negara modern, diantaranya yakni dengan pemberian pinjaman sebesar $100 juta dolar untuk pembangunan jalan-jalan kereta api yang menghubungkan ibukota dengan pantai timur dan barat. Yang tentunya hutang ini kemudian semakin menjerat Kerajaan Saudi Arabia.
1943 : Konsesi ijin bagi AS menempatkan pangkalan militer di Arab Saudi yang terus diperpanjang sampai kini.
1948 : Deklarasi berdirinya Negara Zionis Israel pada tanggal 14 Mei 1948 yang dideklarasikan oleh Perdana Menteri David Ben Gurion di Tel Aviv.
Proklamasi Negara Zionis Israel itu mendapat reksi keras berupa penentangan oleh 5 negara Arab, yakni Arab Saudi, Suriah, Mesir, Trans-Yordania, Libanon dan Irak yang mengakitbatkan pecahnya perang Arab-Israel pertama sepanjang tahun 1948-1949.
Namun perang ini adalah setengah hati, karena Negara-negara Arab sendiri sudah terikat traktat dengan Inggris melalui Perjanjian Penentuan Batas Wilayah yang ditentukan oleh Komisioner Tinggi Inggris Sir Percy Cox tahun 1916.
Disamping itu juga telah adanya janji para penguasa negara Arab bentukan Inggris untuk membiarkan berdirinya Israel di Palestina sebagai imbalan atas jasa Inggris yang telah membantu berkuasanya para Raja boneka Inggris di masing-masing negara Arab.
1953 : Raja Abdul Azis bin Abdurrahman Al Saud (Ibn Saud) meninggal digantikan oleh Raja Saud bin Abdul Azis.
1956 : Perang Arab-Israel kedua, tentara Israel yang dibantu pasukan Inggris dan Perancis menyerbu Mesir dan menduduki Sinai. Perang ini dipicu oleh Nasionalisasi Terusan SUEZ oleh pemerintahan Gamal Abdul Nasser, dimana saham terbesar terusan SUEZ dimiliki oleh Inggris dan Perancis.
1964 : Raja Saud meninggal digantikan oleh Faisal Bin Abdul Azis.
1967 : Perang “enam hari” Arab-Israel ketiga, Israel menyerang Mesir, Suriah dan Yordania, menyusul penarikan mundur pasukan PBB dari Sinai dan setelah Mesir menutup Teluk Aqoba. Dalam perang tersebut, Israel berhasil merebut Gurun Sinai, Tepi Barat, Yerusalem Timur, Jalur Gaza, dan dataran tinggi Golan. Dengan jatuhnya wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza ke tangan Israel, berarti seluruh wilayah yang di sediakan bagi negara Arab Palestina sesuai dengan rencana PBB, sekarang sudah di kuasai oleh Israel seluruhnya.
1973 : Perang “Yomkhipur” Mesir merebut Sinai dan Syria merebut Dataran Tinggi Golan namun Israel dapat memukul balik. Negara-negara Arab melakukan embargo minyak untuk menekan Israel dan Negara-negara Barat yang mendukungnya.
1975 : Raja Faisal meninggal digantikan oleh Khalid bin Abdul Azis.
1978 : Perjanjian Camp David, Israel mengembalikan Sinai kepada Mesir. Timbul polemik dan pro-kontra diantara Negara-negara Arab terkait nasib bangsa Palestina yang tidak menentu.
1982 : Raja Khalid meninggal digantikan oleh Raja Fahd bin Abdul Azis.
Israel menyerang Libanon untuk mengamankan perbatasannya dengan Syria.
1987 : Gerakan Intifada, perlawanan bersenjata rakyat Palestina dibawah komando HAMAS salah satu faksi dari PLO.
1991 : Perang Teluk I, Amerika menyerang Irak yang menganeksasikan Kuwait. Pasukan Amerika didatangkan dari Pangkalan militer AS di Dahran Arab Saudi. Keluarga Saud mulai menanamkan investasi yang besar di Amerika Serikat.
Khususnya pada perusahaan - perusahaan keluarga dari presiden Amerika Serikat George Bush.
Dana sebesar 1,4 Milliar Dollar AS per tahun diberikan kerajaan Arab Saudi untuk menyokong kepemimpinan George W. Bush. Investasi sebesar 860 Milyar Dollar ditanam pemerintahan Arab Saudi di Amerika dan sebesar 300 Trilyun Dollar AS (senilai dengan 2.805.000.000.000.000.000 rupiah) uang Arab Saudi disimpan di Bank-bank Amerika Serikat.
1996 : DR. Aidh Abdullah Al Qorni (penulis LA TAHZAN) dipenjara karena tulisannya yang mengkritik pemerintah.
2001 : Peristiwa 9/11 pengeboman WTC.
2003 : Perang Teluk kedua, AS menyerbu dan menduduki Irak.
2005 : Raja Fahd meninggal, digantikan oleh Abdullah bin Abdul Azis.
Putra Mahkota Pangeran Sultan Bin Abdul Azis telah berumur 86 tahun dalam kondisi sakit-sakitan.
Bila Pangeran Sultan meninggal dunia lebih dahulu dari Raja, yang dipersiapkan sebagai pengganti putera mahkota adalah menantu Raja Abdullah yaitu : Pangeran Faisal Bin Abdullah.
 

Raja Abdullah bin Abdul Azis
Raja Abdullah mengganti beberapa pejabat teras pemerintahannya yang berideologi Wahhabi dengan orang-orang yang dianggap lebih toleran secara religi, berpikiran reformis dan dengan ikatan kerja yang dekat dengan raja.

Penunjukkan Pangeran Faisal bin Abdullah sebagai Menteri Pendidikan Arab Saudi memang tepat. Karena kementerian ini sebelumnya kurikulum yang memberi doktrin pada pelajar tentang ideologi kebencian dan kekerasan terhadap agama lain (Wahhabi).
Mereka mengajarkan sebagai bagian dari perintah agama penanaman kebencian terhadap selainnya bahkan kepada Ahlu Sunnah Wal Jamaah dan Syiah. Seperti yang ditunjukkan Laporan Juli 2008, budaya kebencian terhadap non-Wahhabi masih tetap ada dalam buku-buku bacaan kajian Islam terbitan pemerintah Arab Saudi. Buku-buku bacaan ini diwajibkan di seluruh sekolah umum Arab Saudi dan mendominasi kurikulum Saudi dalam kelas-kelas yang lebih tinggi. Kementerian memuat isi teks ini secara penuh dalam situsnya dan penguasa Wahhabi mengirimnya gratis ke masjid-masjid dan sekolah-sekolah dan perpustakaan muslim di seluruh dunia.

Pangeran Faisal bin Abdullah yang dikenal pemikir dan moderat juga dikenal cakap dalam memeriksa kurikulum. Dan dikemudian hari kita akan menyaksikan di Arab Saudi yang lebih moderat.
Raja Abdullah juga menggantikan Kepala Dewan Mahkamah Agung, Sheikh Saleh al-Luhaidan, yang selama ini dituding menghalangi upaya reformasi dengan Saleh bin Humaid. Sheikh Luhaidan telah menduduki pos ini selama lebih dari 40 tahun. Selama ini Luhaidan amat terkenal karena beberapa kebijakan ”tegas” yang berpijak pada ajaran konservatif. Salah satu pernyataan tegas pernah diutarakan Luhaidan, September lalu, untuk menanggapi program-program di stasiun TV satelit. Menurut Luhaidan, pemilik stasiun TV satelit yang menayangkan program ”tidak bermoral” harus dibunuh.
Ia juga mengganti kepala polisi agama Muttawa, Sheikh Ibrahim Al-Ghaith, yang telah memimpin kampanye agresif di media massa bagi pelaksanaan keras adat-istiadar Islam dan menantang tokoh lain yang lebih liberal dalam pemerintah. Sheikh Ibrahim Al-Ghaith diganti dengan Abdul Azia bin Huamin yang lebih moderat.

Perubahan lain yang dilakukan oleh Raja Abdullah dengan menambah jumlah anggota Dewan Ulama dari 120 menjadi 150 anggota. Untuk pertama kalinya, Raja Abdullah menunjuk utusan dari empat sekolah hukum agama Islam Sunni di dalam Dewan Ulama. Sebelumnya hanya tokoh atau perwakilan dari sekolah-sekolah Hambali yang mendominasi di Dewan Ulama. Akibatnya, yang mendominasi di dewan itu hanya ajaran Wahhabi, versi Arab Saudi konservatif.
Raja Abdullah juga memerintahkan tiga tokoh Syiah Arab Saudi; Muhammad Al-Khanizi, Jamil Al-Khairi dan Said Al-Sheikh menjadi anggota di Dewan Ulama. Perintah ini dianalisa sebagai kemungkinan dikeluarkannya perintah Raja Abdullah kepada beberapa ulama Syiah untuk menjadi anggota Forum Ulama Islam negara Arab Saudi
Di Home land Salafy sendiri sudah ada usaha dari Raja Abdullah untuk mereformasi kurikulum pendidikan Salafi Wahhabi yang dianggap terlalu ekstrim dan menanamkan kebencian kepada kelompok lain.
Mengutip dari buku “Ilusi Negara Islam” pada bab 2 halaman 97 menyebutkan : sebuah Yayasan yang berafiliasi ke Arab Saudi menawarkan kepada pemerintah RI dana sebesar US$ 500.000.000,- dengan kurs Rp. 11.000, setara dengan Rp. 5.500.000.000.000,- (Rp. 5,5 Trilyun) dengan syarat memberi ijin untuk melakukan kegiatan “infrastruktur pendidikan dan akhlak” (dalam tanda kutip) dan menempatkan orangnya di Badan Perencanaan dan Pengawasan Negara.

Jangankan manusia biasa. Nabi as yang dibimbing Allah pun bisa berbeda pendapat dalam memutuskan satu hal. Contohnya di Surat Al Anbiyaa’ ayat 78-79 dijelaskan bagaimana Nabi Daud as dan Nabi Sulaiman as berbeda pendapat dalam memutuskan satu hal :
“Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya.

Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu, maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan kamilah yang melakukannya.” [Al Anbiyaa' 78-79]
Menurut riwayat Ibnu Abbas bahwa sekelompok kambing telah merusak tanaman di waktu malam. maka yang empunya tanaman mengadukan hal ini kepada Nabi Daud a.s. Nabi Daud memutuskan bahwa kambing-kambing itu harus diserahkan kepada yang empunya tanaman sebagai ganti tanam-tanaman yang rusak. Tetapi Nabi Sulaiman a.s. memutuskan supaya kambing-kambing itu diserahkan sementara kepada yang empunya tanaman untuk diambil manfaatnya. Dan prang yang empunya kambing diharuskan mengganti tanaman itu dengan tanam-tanaman yang baru. Apabila tanaman yang baru telah dapat diambil hasilnya, mereka yang mepunyai kambing itu boleh mengambil kambingnya kembali. Putusan Nabi Sulaiman a.s. ini adalah keputusan yang tepat.

Jika kita saling menghormati, niscaya perbedaan pendapat itu jadi rahmat. Kita bisa hidup rukun dan damai. Tapi jika tidak bisa menerima bahkan mencaci-maki pihak lain, yang jadi adalah pertengkaran, perceraian, bahkan peperangan.

Dan Apakah hal-hal tersebut diatas ini pantas disebut sebagai Bid’ah ? Dan apakah hal-hal tersebut diatas ini termasuk perbuatan yang sesat dan menyesatkan serta layak untuk masuk neraka ?
Yang Pasti Tidak Bukan ?


>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>===============<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<

Sumber Referensi dikutip dari :
[1] http://www.globalsecurity.org/military/world/gulf/wahhabi.htm
[2] http://www.meforum.org/535/saudi-arabia-and-the-rise-of-the-wahhabi-threat
[3] http://kabarislam.wordpress.com/2012/01/25/

[4] http://groups.yahoo.com/group/Cahaya-Hati/message/2905
[5] http://www.alkhoirot.net/2012/02/wahabi-salafi-menurut-ulama-sunni.html
[6] http://myquran.org/forum/index.php?topic=62117.0;wap
[7] http://nu.or.id/

[8] http://warkopmbahlalar.com/2011/09/wahabi-movement-si-tanduk-syaitan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar