Senin, 29 Oktober 2012

Punakawan dalam Pewayangan


https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ8PkQPnS_zNdPOKJXPrExrjl8-2irTbUkNcFr_2BMfqBchnVPK
Tokoh Punakawan dalam Pewayangan
dari kiri ke kanan :
Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong
Tokoh Punakawan dalam Pewayangan sangat sentral sekali. Hal ini melihat arti dan definisi dari Punakawan itu sendiri.



Punakawan atau Panakawan adalah para Pengasuh (dalam bahasa Jawa : pamomong/pangiring) bagi para ksatria dalam pewayangan. Punakawan biasanya tampil saat akan terjadinya 'goro-goro', dimana saat itu puncak perselisihan besar antara yang haq (benar) dan yang bathil (salah).
Pada setiap pementasan wayang, Punakawan selalu tampil saat akan terjadinya 'goro-goro', dimana saat itu puncak perselisihan besar antara yang haq (benar) dan yang bathil (salah). Kemunculan Punakawan pada setiap pementasan wayang selalu berawal dari ucapan Dalang, "Bumi Gonjang-Ganjing Langit Kelap-kelap". Tokoh Punakawan dalam Pewayangan di Jawa antara lain Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong, bukan berasal dari negara India, tidak seperti tokoh-tokoh pewayangan lainnya. Akan tetapi adalah produk asli dari Indonesia (Jawa).

Arti lain dari Punakawan itu sendiri adalah merupakan bagian dari dua penggalan kata, yakni kata Puna yang artinya Paham, dan kata Kawan yang mempunyai arti Teman. Maksudnya adalah para tokoh Punakawan ini bukan sekedar tokoh pelengkap dalam cerita pewayangan saja, melainkan juga bisa mengerti dan selalu memberi pengertian/penasihat serta penghibur (pengasuh) dari setiap masalah kehidupan yang dihadapi oleh para majikannya, dalam hal ini majikan punakawan yang dimaksud adalah para Pandawa.  Sehingga seringkali pemunculannya dalam setiap pementasan wayang berada di tengah-tengah cerita wayang, dan peran lakunya yang lucu selalu menarik perhatian para penonton wayang.

Tokoh Punakawan

Semar

Semar berasal dari kata Samara yang mempunyai arti ghaib.
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTNlNryMZTxkYnTDEArmvUf-f_fhDl4WTq1uuL80WZr1jOoY16-Jw
Dalam naskah Purwacarita dikisahkan, Sanghyang Tunggal menikah dengan Dewi Rekatawati putra Sanghyang Rekatatama. Dari perkawinan itu lahir sebutir telur yang bercahaya. Sanghyang Tunggal dengan perasaan kesal membanting telur itu sehingga pecah menjadi tiga bagian, yaitu cangkang, putih, dan kuning telur. Ketiganya masing-masing menjelma menjadi laki-laki. Yang berasal dari cangkang diberi nama Antaga, yang berasal dari putih telur diberi nama Ismaya, sedangkan yang berasal dari kuningnya diberi nama Manikmaya. Pada suatu hari Antaga dan Ismaya berselisih karena masing-masing ingin menjadi pewaris takhta kahyangan. Keduanya pun mengadakan perlombaan menelan gunung. Antaga berusaha melahap gunung tersebut dengan sekali telan namun justru mengalami kecelakaan. Mulutnya robek dan matanya melebar. Ismaya menggunakan cara lain, yaitu dengan memakan gunung tersebut sedikit demi sedikit. Setelah melewati bebarpa hari seluruh bagian gunung pun berpindah ke dalam tubuh Ismaya, namun tidak berhasil ia keluarkan. Akibatnya sejak saat itu Ismaya pun bertubuh bulat. Sanghyang Tunggal murka mengetahui ambisi dan keserakahan kedua putranya itu. Mereka pun dihukum menjadi pengasuh keturunan Manikmaya, yang kemudian diangkat sebagai raja kahyangan, bergelar Batara Guru. Antaga dan Ismaya pun turun ke dunia. Masing-masing memakai nama Togog dan Semar.

Dalam pewayangan dikisahkan, Batara Ismaya sewaktu masih di kahyangan sempat dijodohkan dengan sepupunya yang bernama Dewi Senggani. Dari perkawinan itu lahir sepuluh orang anak, yaitu: Batara Wungkuham, Batara Surya, Batara Candra, Batara Tamburu, Batara Shiwa, Batara Kuwera, Batara Yamadipati, Batara Kamajaya, Batara Mahyanti, Batari Darmanastiti.
Semar sebagai penjelmaan Ismaya mengabdi untuk pertama kali kepada Resi Manumanasa (leluhur para Pandawa). Pada suatu hari Semar diserang dua ekor harimau berwarna merah dan putih. Manumanasa memanah keduanya sehingga berubah ke wujud asli, yaitu sepasang bidadari bernama Kanistri dan Kaniraras. Berkat pertolongan Manumanasa, kedua bidadari tersebut telah terbebas dari kutukan yang mereka jalani. Kanistri kemudian menjadi istri Semar, dan biasa dipanggil dengan sebutan Kanastren. Sementara itu, Kaniraras menjadi istri Manumanasa, dan namanya diganti menjadi Retnawati, karena kakak perempuan Manumanasa juga bernama Kaniraras.

Semar memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolah-olah ia merupakan simbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol dari bumi, tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya.

Semar selalu tersenyum, tapi bermata sembab. Penggambaran ini sebagai simbol suka dan duka. Wajahnya tua tapi potongan rambutnya bergaya kuncung seperti anak kecil, sebagai simbol tua dan muda. Ia berkelamin laki-laki, tapi memiliki payudara seperti perempuan, sebagai simbol pria dan wanita. Ia penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat jelata, sebagai simbol atasan dan bawahan.

Semar dalam karya sastra hanya ditampilkan sebagai pengasuh keturunan Resi Manumanasa, terutama para Pandawa yang merupakan tokoh utama kisah Mahabharata. Namun dalam pementasan wayang yang bertemakan Ramayana, para dalang juga biasa menampilkan Semar sebagai pengasuh keluarga Sri Rama ataupun Sugriwa. Seolah-olah Semar selalu muncul dalam setiap pementasan wayang, tidak peduli apapun judul yang sedang dikisahkan.

Dalam pewayangan, Semar berperan sebagai pengasuh golongan kesatria, sedangkan Togog sebagai pengasuh kaum raksasa. Dapat dipastikan anak asuh Semar selalu dapat mengalahkan anak asuh Togog. Hal ini sesungguhnya merupakan simbol belaka. Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan. Jadi, apabila para pemerintah (yang disimbolkan sebagai kaum kesatria) asuhan Semar; mendengarkan suara rakyat kecil yang bagaikan suara Tuhan, maka negara yang dipimpinnya pasti menjadi nagara yang makmur dan sentosa.

Gareng

Gareng mempunyai makna arti Pujaan. Gareng berkarakter menyenangkan dan humoris.

https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRy_X8TJsTE1X1QlJa6A3QljtPzuqUYfO-OWe7y9Pl9Ol8TwAMMNama lengkap dari Gareng yang sebenarnya adalah Nala Gareng. Gareng adalah Punakawan yang berkaki pincang. Hal ini bermakna dari sifat Gareng sebagai kawula yang selalu hati-hati dalam bertindak. Selain itu, cacat fisik Gareng yang lain adalah tangan yang ciker atau patah. Ini bermakna bahwa Gareng memiliki sifat tidak suka mengambil hak milik orang lain. Diceritakan bahwa tumit kanannya terkena semacam penyakit bubul.


Dalam setiap cerita Pewayangan, Gareng pernah menjadi raja di Paranggumiwayang dengan gelar Pandu Pragola. Saat itu dia berhasil mengalahkan Prabu Welgeduwelbeh raja dari Borneo yang tidak lain adalah penjelmaan dari saudaranya sendiri yaitu Petruk.


Dulunya, Gareng berwujud satria tampan bernama Bambang Sukodadi dari pedepokan Bluktiba. Gareng sangat sakti namun sombong, sehingga selalu menantang duel setiap satria yang ditemuinya. Suatu hari, saat baru saja menyelesaikan tapanya, ia berjumpa dengan satria lain bernama Bambang Panyukilan. Karena suatu kesalahpahaman, mereka malah berkelahi. Dari hasil perkelahian itu, tidak ada yang menang dan kalah, bahkan wajah mereka berdua rusak. Kemudian datanglah Batara Ismaya (Semar) yang kemudian melerai mereka. Karena Batara Ismaya ini adalah pamong para satria Pandawa yang berjalan di atas kebenaran, maka dalam bentuk Jangganan Samara Anta, dia (Ismaya) memberi nasihat kepada kedua satria yang baru saja berkelahi itu.

Karena kagum oleh nasihat Batara Ismaya, kedua satria itu minta mengabdi dan minta diaku anak oleh Lurah Karang Kadempel, titisan dewa (Batara Ismaya) itu. Akhirnya Jangganan Samara Anta bersedia menerima mereka, asal kedua satria itu mau menemani dia menjadi pamong para kesatria berbudi luhur (Pandawa), dan akhirnya mereka berdua setuju. Gareng kemudian diangkat menjadi anak tertua (sulung) dari Semar.

Petruk

Petruk berasal dari kata Fatruk yang bermakna arti, meninggalkan. Petruk adalah putra angkat Semar yang berparas manis serta memiliki senyum yang menentramkan hati. Karakter Petruk yang paling khas adalah kepiawaiannya dalam diplomasi dan humoris/menyenangkan.



http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQJ0UJoWR-KWH7_gnXS4V0w_Ok6fvawmn4S89--XcPl3L9rduP5Petruk adalah anak pendeta raksasa di pertapaan dan bertempat di dalam laut bernama Begawan Salantara. Sebelumnya ia bernama Bambang Pecruk Panyukilan. Karakter seorang Petruk pun humoris, baik dengan ucapan maupun tingkah laku dan senang berkelahi. Ia seorang yang pilih tanding/sakti di tempat kediamannya dan daerah sekitarnya. Oleh karenanya ia ingin berkelana guna menguji kekuatan dan kesaktiannya.



Di tengah jalan ia bertemu dengan Bambang Sukodadi (Gareng) dari pertapaan Bluluktiba yang pergi dari padepokannya di atas bukit, untuk mencoba kekebalannya. Karena mempunyai maksud yang sama, maka terjadilah perang tanding diantara keduanya yang sangat lama. Hingga tubuh mereka berdua menjadi cacat dan berubah sama sekali dari wujud aslinya yang tampan. Perkelahian ini diketahui dan dilerai oleh Smarasanta (Semar) dan Bagong yang mengiringi Batara Ismaya. Yang kemudian setelah diberi petuah dan nasihat, akhirnya keduanya menyerahkan diri dan berguru kepada Semar dan mengabdi kepada Sanghyang Ismaya.

Karena perubahan wujud tersebut masing-masing kemudian berganti nama. Bambang Pecruk Panyukilan menjadi Petruk, sedangkan Bambang Sukodadi menjadi Gareng.

Petruk mempuyai istri bernama Dewi Ambarwati, putri Prabu Ambarsraya, raja Negara Pandansurat yang didapatnya melalui perang tanding. Para pelamarnya antara lain: Kalagumarang dan Prabu Kalawahana raja raksasa di Guwaseluman. Petruk harus menghadapi mereka dengan perang tanding dan akhirnya ia dapat mengalahkan mereka dan keluar sebagai pemenang. Dewi Ambarwati kemudian diboyong ke Girisarangan dan Resi Pariknan yang memangku perkawinannya. Dalam perkawinan ini mereka mempunyai anak lelaki dan diberi nama Lengkungkusuma.

Bagong


Bagong berasal dari kata Bagho yang mempunyai arti suka membantah/suka memotong pembicaraan.

Sesungguhnya Bagong bukan anak kandung dari Semar. Dikisahkan Semar merupakan penjelmaan seorang dewa bernama Batara Ismaya yang diturunkan ke dunia bersama kakaknya, yaitu Togog atau Batara Antaga untuk mengasuh keturunan adik mereka, yaitu Batara Guru.
http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSPwEoT7ftksRunxOhJz7qflPM73OMA_G7TEtwsW3sKtP9NvMKQ
Togog dan Semar sama-sama mengajukan permohonan kepada ayah mereka, yaitu Sanghyang Tunggal, supaya masing-masing diberi teman. Sanghyang Tunggal ganti mengajukan pertanyaan berbunyi, siapa kawan sejati manusia. Togog menjawab "hasrat", sedangkan Semar menjawab "bayangan". Dari jawaban tersebut, Sanghyang Tunggal pun mencipta hasrat Togog menjadi manusia kerdil bernama Bilung, sedangkan bayangan Semar dicipta menjadi manusia bertubuh bulat, bernama Bagong.



Tokoh Bagong pun dilukiskan dengan ciri-ciri fisik yang mengundang kelucuan. Tubuhnya bulat, matanya lebar, bibirnya tebal dan terkesan memble. Dalam figur wayang kulit, Bagong membawa senjata kudi. Gaya bicara Bagong terkesan semaunya sendiri. Dibandingkan dengan ketiga panakawan lainnya, yaitu Semar, Gareng, dan Petruk, maka Bagong adalah sosok yang paling lugu dan kurang mengerti tata krama. Meskipun demikian majikannya tetap bisa memaklumi.

Bagong dalam cerita Pewayangan memiliki sifat dan karakter yang suka memotong pembicaraan, humoris dan berlagak dungu.


Sumber : Wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar