Jumat, 07 Desember 2012

Islam Tradisional Indonesia - SANTRI

Kegiatan santriwati saat belajar
Seorang ulama mengatakan, bahwa santri terdiri dari 4 (empat) huruf yaitu Sin, Nun, Ta dan Ro. Pertama, Sin dari lafadz satirul ‘uyub yang berarti penutup aib, baik aib diri, keluarga dan orang lain. Kedua, Nun dari lafadz naibul ulama yang berarti pengganti para ulama. Ketiga, Ta dari lafadz taibu ‘anidzunub yang berarti orang yang bertaubat dari dosa-dosa. Keempat ra’ dari lafadz roghibu filkhoiri yang berarti orang yang senang dalam melakukan kebaikan. 




Jika dilihat dari definisi santri yang berarti adalah orang yang mampu menjaga lisannya dari berbuat kemungkaran termasuk mengejek dan mengolok-olok orang lain. Santri adalah seorang adalah pengganti  para ulama yang kelak bisa dijadikan teladan untuk masyarakat banyak. Seorang santri adalah orang yang bertaubat dari dosa yang berasal dari kegelapan dan kebodohan menuju kegemilangan dan kemuliaan dengan “Taubatan Nasuha”. Dan seorang santri adalah orang yang senang dalam melakukan kebaikan yang pada akhirnya semua ini akan bermuara pada “Amar Ma’ruf Nahi Munkar”.


Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang melakukan pembelajaran Islam sejak awal masuknya agama Islam di Indonesia. Diketahui bahwa banyak pesantren di Jawa dan Madura semula didirikan di wilayah pedesaan. Selanjutnya di wilayah-wilayah Indonesia yang lain juga banyak didirikan pesantren seperti di Sumatra Barat yang dikenal dengan surau dan di Aceh disebut dayah.

Pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan tradisional yang terus berkembang menjadi suatu lembaga pendidikian yang menyesuaikan dengan kebutuhan jaman, menunjukkan bahwa peran pesantren sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Salah satu keunikan dari pendidikan pesantren adalah bahwa murid atau yang lebih populer disebut santri belajar dan tinggal dalam asrama atau pondok yang disediakan oleh pesantren. Dengan demikian sebutan pondok pesantren atau pondok menjadi sangat populer.

Masyarakat sering mengartikan istilah pondok identik dengan pesantren itu sendiri. Semula pesantren-pesantren di Indonesia hanya menerima santri putra saja untuk belajar agama, tetapi pada perkembangan selanjutnya ada kebutuhan dari masyarakat untuk memberikan pendidikan agama yang memadai bagi putri-putri mereka, sehingga saat ini banyak pondok pesantren yang mendidik santri putra dan santri putri.

Sebagai suatu lembaga pendidikan Islam, di dalam lingkungan pesantren ada beberapa pihak yang sangat berperan dalam dinamika kehidupan pesantren dan kehidupan masyarakat. Pihak-pihak tersebut adalah :

•    Kyai
sebagai tokoh sentral mempunyai peran penting dalam lingkungan dan dinamika pesantren serta dinamika masyarakat. Selain sebagai pemimpin pesantren, Kyai mempunyai tugas utama sebagai guru dan pembimbing spiritual serta mempunyai kelebihan lain seperti dapat menyembuhkan penyakit, meramal, menguasai ilmu bela diri dan mempunyai kekuatan supra natural. Secara umum Kyai juga dipandang sebagai ulama karena Kyai dianggap menguasai ilmu agama secara mendalam dan mempunyai pengetahuan yang luas tentang Islam, walaupun pada kenyataannya pengetahuan mereka tentang agama dan Islam sangat beragam. Ada beberapa Kyai memang mempunyai pengetahuan yang luas dan mendalam tentang agama Islam tetapi tidak sedikit pula yang mempunyai pengetahuan terbatas dan hanya mengandalkan pada kewibawaan pribadi dan kewibawaan keluarga serta kekuatan supra natural yang dimilikinya.
Kyai juga merupakan suatu bentuk elit tersendiri dalam bidang sosial-ekonomi, karena biasanya Kyai merupakan tokoh yang dari segi finansial cukup kuat dan mempunyai hubungan dengan tokoh-tokoh serta pengusaha muslim yang kaya. Hal ini dapat dipahami karena untuk membiayai kegiatan pesantren diberlukan dana yang sangat besar.

•    Nyai
adalah sebutan untuk istri Kyai. Peran Nyai juga sangat besar dalam dinamika pesantren karena peran mereka dalam mendidik dan membimbing para santri putri. Mereka juga merupakan kepanjangan tangan Kyai dalam pengelolaan pesantren, baik dalam hal pengajaran maupun dalam manajemen. Para Nyai sebagian besar juga berperan sebagai guru atau Ustadzah bagi para santri putri. Layaknya sebagai suatu keluarga di Pondok Pesantren Nyai juga berperan sebagai ibu bagi para santri yang jauh dari orang tua.

•    Ustadz/Ustadzah
adalah para guru yang mengajar para santri di madrasah. Pada umumnya ustadz dapat  mengajar santri putra maupun santri putri. Hal ini berbeda dengan para ustadzah yang hanya diperbolehkan mengajar dan membimbing santri putri saja. Ustadz maupun ustadzah dapat berasal dari keluarga Kyai yaitu putra-putri Kyai atau para santri dari kelas teratas maupun dari lingkungan masyarakat umum.

•    Santri
adalah murid/siswa yang belajar di pesantren. Santri terdiri dari santri putra dan santri putri, yang berstatus sebagai santri mukim atau santri kalong. Santri mukim yaitu santri yang belajar dan menetap atau mondok di pesantren dan santri kalong yaitu santri yang belajar di pesantren tetapi tidak menetap/tinggal di pondok pesantren. Pada umumnya pesantren-pesantren memisahkan pondok dan kelas untuk santri putra dengan santri putri. Santri-santri yang belajar di pesantren berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, bahkan ada pesantren yang santrinya berasal dari luar Indonesia dan dari berbagai tingkat sosial.

Pesantren-pesantren di Indonesia saat ini dikelompokkan oleh Depertemen Agama menjadi 4 (empat) jenis, yaitu :
[1]   Pesantren jenis A, yaitu pesantren tradisional yang mempunyai ciri para santrinya tinggal dan menetap di pondok, dalam pengajaran tidak digunakan kurikulum yang pasti serta masih menggunakan metode mengajar sorogan (belajar perorangan) dan bandongan (belajar bersama-sama). Peran Kyai sangat besar dan mempunyai wewenang penuh dalam proses belajar mengajar. Pelajaran yang diberikan meliputi pelajaran agama dan bahasa Arab.
[2]   Pesantren jenis B, yaitu pesantren yang memberikan pendidikan agama secara tradisional dan memberikan pelajaran umum berdasararkan kurikulum yang disusun sendiri atau kurikulum dari Departemen Agama.
[3]   Pesantren jenis C, yaitu pesantren yang memberikan pendidikan agama secara tradisional  dan pendidikan sekolah umum mulai tingkat SD, SLTP , SMU secara modern dengan pengelolaan Departemen Pendidikan Nasional.
[4]   Pesantren jenis D, yaitu pesantren tradisional atau pesantren jenis A yang berlokasi di kota-kota, dengan memberikan penginapan dan pemondokan bagi siswa yang belajar di madrasah atau sekolah umum pada pagi hari dan pengajaran agama diberikan pada malam hari.

Dari uraian tentang pihak-pihak yang ada di lingkungan pesantren serta jenis-jenis pesantren yang ada di Indonesia pada umumnya dan Jawa khususnya, maka dapat dikaji bentuk dan pola hubungan sosal di lingkungan pesantren, baik huhungan antara Kyai/Nyai dengan santri, hubungan antara Ustadz/Ustadzah dengan santri dan hubungan antara santri dengan santri.

Santri, sebagai potret atau gambaran kehidupan beragama Islam yang sesungguhnya. Sudah seharusnya mampu memberikan teladan kepada masyarakat umum tentang nilai-nilai, norma-norma atau akhlak mulia dalam bermasyarakat. Sehingga bisa menjadi sebuah panutan bagi masyarakat pada umumnya. Dan santri sebagai generasi penerus bangsa, sebenarnya memiliki potensi yang sangat baik, yang bukan hanya berperan sebagai pengganti para ulama yang bergerak dalam bidang keagamaan saja, tapi diharapkan santripun mampu menembus semua sektor-sektor vital yang akhir-akhir ini didominasi oleh orang-orang non muslim.

Namun, pada era modernisasi ini kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang telah memungkinkan adanya akses informasi secara mudah dan cepat memudahkan masuknya budaya-budaya barat yang negatif masuk dan mempengaruhi tradisi Bumi Pertiwi Indonesia bahkan ke Pesantren. Sehingga, sedikit banyaknya dunia santri yang kental dengan tradisi kepesantrenan (salafi) mulai terjangkit virus-virus yang datang dari luar. Kharirnya budaya-budaya Barat ke dunia Pesantren telah menyebabkan terjadinya Partikularisme budaya atau pencampuradukan budaya yang mau tidak mau telah menggeser satu sama lian atau bahkan saling meniadakan.

Adanya anggapan bahwa budaya-budaya Barat itu lebih nge-tren atau lebih keren, telah menjadi pemicu utama pudarnya tradisi pesantren dalam dunia santri. Santri menjadi lebih mengedepankan tren-tyeren zaman sekarang (yang terkadang terkesan menyimpang dari ajaran agama, seperti pakaian yang kurang sesuai syariat agama, ketat sedikit terbukanya uarat, dan sebagaianya) dan menganggap pakaian yang syar’i itu kuno atau ketinggalan zaman. Bukan hanya itu masih banyak tradisi-tradisi santri yang sudah mulai ditinggalkan, pada hal memanggil nama orang misalnya, sikap ketika bertemu dengan sesama bahkan dengan guru atau ustadz.

[1]   Panggilan nama kepada sesama santri

Terkadang, sudah lazim bagi kita untuk memanggil teman teman atau saudara-saudara kita dengan julukan-julukan tertentu, yang tidak mengenakkan atau bahkan mungkin menyakitkan hati (dengan maksud mengejek atau hanya sekedar bergurau saja), seperti memanggil seseorang karena kecacadannya. (misalnya hai pendek atau hai gendut) atau mungkin dengan sebutan nama-nama binatang yang tidak selayaknya diucapkan oleh seorang manusia yang telah dianugerahkan oleh Allah swt. Akal dan fikiran padanya.

Sekalipun tujuan kita untuk berguarau tapi perlu diingat, sungguh Islam telah benar-benar memerintahkan kita untuk memelihara lisan kita dari berguarau dan mengejek orang, baik sungguhan atau hanya bergurau saja, sebab itu dapat menyebabkan tidak punya rasa malu, menurunkan kewibawaan, meyebabakan liar dan menyakitkan hati. Bergurau dan menertawakan serta mengejek orang lain itu merupakan permulaan pertengkaran, kemarahan dan meyebabkan putus hubungan serta menanamkan dendam dalam hati. 
Rosulullah Muhammad saw. Bersabda:
ان الرجل ليتكلم بالكلمت ليضحك بها اصحابه، فيهوى بها فى قعرجهنم سبعين خريفا
Artinya: “sesungguhnya seseorang itu kadang-kadang berkata dengan suatu perkataan agar orang lain tertawa. Dia tidak menyadari, bahwa ucapan yang demikian itu menyebabkannya masuk neraka selama tujuh puluh tahun”
Karena seringnya kita bernuat hal-hal seperti yang disebutkan di atas, sehingga seolah-olah itu menjadi budaya atau tradisi yang melekat di masyarakat dan ironisnya, fenomena seperti ini sudah membudaya di kalangan santri. Padahal, itu bukan budaya-budayaorang Islam. Islam sendiri mengajarkan kita untuk memanggil sesama dengan panggilan yang pailng baik dan menyenangkan.

Dalam sebuah hadits disebutkan juga bahwa Rosulullah saw. ditanya oleh salah seorang sahabat tentang sesuatu yang paling banyak menyebabkan masuk surga. Rosul menjawab. Yaitu takwa dan akhlak yang  baik. Kemudian beliau ditanya lagi tentang sesuatu yang paling banyak menyebabkan masuk neraka, Rosul menjawab yaitu dua lubang, mulut dan farji.

[2]   Adab bertemu guru atau sesama

Umat Islam terkenal dengan keramahan, kasih sayang dan sopan santunnya. Sehingga setiap betemu dengan sesamanya kita dianjurkan untuk mengucapkan salam (baca: Assalamu’alaikum), kita disunnahkan untuk mengucapkan dan diwajibkan untuk menjawabnya, dan satu kali salam itu dihitung sebagai satu kebaikan. Bahkan, hanya senyum adalah ibadah.

Beberapa pesantren yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah pesantren yang mendidik santri putri, yaitu Pesantren Putri Al- Musjibiyah Langitan Widang Tuban Jawa Timur, Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an ( PTYQ) Kudus, Pondok Pesantren Al-Irsyad (Pondok Pesantren  Al-Irsyad Syari’ah dan Thoriqoh An Naqsyabandiyyah) Rembang, Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang, Pondok Pesantren Al-Fadlillah Djagalan Kaliwungu Kendal, Pondok Pesantren Al-Amien Demak, Pondok Pesantren Al-Hikmah Benda Sirampog Brebes.

Dari tujuh pondok pesantren yang menjadi bahan studi dapat dibedakan atas dua jenis yaitu pondok pesantren yang masih bersifat tradisional atau semi modern dengan pengajaran salaf (pengajaran  Al-Qur’an sepenuhnya) dan pondok pesantren modern yang menggabungkan pengajaran agama dengan pengetahuan umum dan menggunakan sistim pengajaran modern. Antara pondok pesantren tradisional/semi modern dan pondok pesantren modern terdapat  pola hubungan sosial yang berbeda, yang masing- masing hubungan ini mempunyai keunikan sendiri.

Pondok pesantren Putri yang masuk pada kategori pondok pesantren tradisinal atau semi modern adalah Pondok Pesantren Putri Al Musjibiyah Tuban. Pondok pesantren ini walaupun fasilitas pembelajarannya cukup modern tetapi masih memakai metode pembelajaran tradisional. Pondok pesantren putri yang masuk pada kategori pondok pesantren modern adalah Pondok Pesantren Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus, Pondok Pesantren Al-Hikmah Brebes, Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang, Pondok Pesantren Al-Amien Demak, Pondok Pesantren Al-Fadlillah Kendal dan Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang. Keenam pondok pesantren ini telah memakai sistim pembelajaran modern dengan menggunakan kelas-kelas dan jadual yang teratur.


Hubungan Sosial di Lingkungan Pondok Pesantren

Pondok pesantren sebagai suatu wadah pendidikan agama di Indonesia merupakan suatu komunitas dan masyarakat  yang penuh dinamika. Kehidupan di lingkungan pondok pesantren layaknya kehidupan dalam suatu keluarga besar, yang seluruh anggotanya atau individu-individu yang ada di dalamnya harus berperanserta untuk menciptakan keharmonisan dan ketentraman di lingkungan pondok pesantren.. Santri putri yang belajar di berbagai Pondok Pesantren berasal dari berbagai daerah, tingkat sosial ekonomi, budaya  serta terdiri dari berbagai usia. Dengan demikian  masing-masing individu diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan dan aktivitas pondok pesantren tempat mereka menimba ilmu agama.

Dinamika masyarakat pesantren ini tidak lepas dari pola hubungan sosial yang terjadi antara anggota-anggota masyarakat pesantren, mulai dari Kyai, Nyai, ustadz, ustasdzah, santri putra/putri serta masyarakat sekitar lingkungan Pondok Pesantren. Hubungan sosial merupakan bentuk interaksi soial yang bersifat dinamis, yang menyangkut hubungan antara individu dengan individu, antara  kelompok-kelompok manusia, antara individu dengan kelompok manusia. Interasi sosial dapat terjalin bila ada kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial dapat berarti kontak secara  fisik maun non fisik, yang dapat memberikan makna dari hubungan tersebut, seperti makna dari jabatan tangan, senyuman, pandangan, pelukan, perhatian dan sebagainya. Komunikasi merupakan bentuk penafsiran dan reaksi seseorang atas perilaku, sikap, pembicaraan, gerak tubuh dan lain sebagainya untuk menyampaikan suatu maksud.
Secara umum pondok-pondok pesantren memisahkan pondok (asrama) santri putra dan santri putri.
Demikian juga untuk kegiatan belajar di madrasah, antara santri putra dan santri putri dipisah.

Walaupun demikian beberapa kegiatan di pondok pesantren dilakukan oleh santri putra dan santri putri secara bersama-sama yang memungkinkan mereka untuk berhubungan dan berkomunikasi, seperti kegiatan sholat berjama’ah, pengajian-pengajian umum atau kegiatan bersama untuk memperingati hari-hari besar Islam dan lain sebagainya.

Adapun bentuk-bentuk hubungan sosial di lingkungan pondok pesantren dapat kita lihat sebagai berikut :

Hubungan Sosial di Lingkungan Pondok Pesantren Tradisional   

Di lingkungan perkotaan di Jawa pada umumnya tidak ada Pondok Pesantren yang benar-benar tradisional, mulai dari penyediaan fasilitas, sarana maupun metode dan sistim pengajarannya. Pondok-pondok pesantren di kota-kota Jawa walaupun ada yang masih menggunakan sistim dan metode pengajaran tradisional biasanya sudah dikombinasikan dengan mentode dan sistim pengajaran yang lebih modern. Dari segi sarana dan fasilitas yang digunakan juga sudah lebih modern. Sebutan pondok pesantren tradisional digunakan hanya untuk membedakan prosentase sistim dan metode pengajaran yang digunakan di pondok pesantren tersebut. Ciri lain dari pondok pesantren  tradisional adalah bahwa para santrinya tidak diperbolehkan belajar di tempat lain serta dilihat dari pola hubungan sosial dan komunikasi antar anggota komunitas Pondok Pesantren tersebut. Masing-masing pondok pesantren yang masuk kategori pondok pesantren tradisional mempunyai ciri-ciri dan kekhasan tersendiri sesuai dengan karakter dan latar belakang pendidikan Kyai pengasuhnya.

Kyai pengasuh pondok pesantren yang memperoleh pendidikan  dari pondok pesantren tradisional yang konservatif biasanya akan membangun atau membentuk pondok pesantren dengan pola hubungan sosial dan komunikasi yang terbatas dan tertutup antara anggota-anggota komunitas pondok pesantren.

Walaupun  nilai-nilai ajaran tradisional dan konservatif masih ada yang dipertahankan, namun nilai-nilai modern yang baik dan konstruktif juga dipakai sebagai acuan sesuai dengan kaidah  ”Al-Muhafadhotu Alal Qodimis Sholeh Wal Akhdul Bil Jadidil Ashlah” (memelihara budaya-budaya klasik yang baik dan mengambil budaya-budaya baru yang positif).

Salah satu pondok pesantren yang diteliti yang termasuk dalam kategori pondok pesantren tradisional, yang telah menggunakan fasilitas-fasilitas modern adalah Pondok Pesantren Putri Al Musjibiyah Langitan Widang Tuban.

1.    Hubungan Sosial Antara Santri Putri Dengan Kyai, Keluarga Kyai dan Nyai

Pada pondok pesantren tradisional hubungan sosial  komunikasi antara laki-laki dan wanita yang bukan muhrim sangat tabu dan dibatasi. Biasanya para santri putri jarang yang melakukan komunikasi dengan Kyai kecuali ada masalah penting yang harus dibicarakan, seperti masalah pertengkaran antar teman atau masalah pencurian dan lain sebagainya. Santri putri juga mengalami kesulitan melakukan komunikasi dengan ibu Nyai yang merupakan kepanjangan tangan Kyai dalam masalah-masalah intern yang berkaitan dengan santri putri. Bila akan berkomunikasi dengan ibu Nyai, biasanya harus melalui penghubung yaitu putri-putri beliau. Kesulitan untuk berkomunikasi dengan Kyai, ibu Nyai dan keluarga Kyai didasarkan pada hasil wawancara dengan santri putri di Pondok Pesantren Putri Al Musjibiyah Langitan Widang Tuban Jawa Timur yaitu Iskanah, Rahayu dan Aini Rohmah.

Kesulitan komunikasi antara Kyai dengan santri putri secara pribadi disebabkan oleh rasa segan santri putri untuk menghadap Kyai karena figur Kyai sebagai tokoh sentral yang sangat kharismatik. Kharisma dan kekuatan spiritual Kyai merupakan kharisma pribadi atau warisan dari para sesepuh dan leluhurnya.

Kekuatan intelektual serta kekuatan supra natural akan  memperkuat kharisma Kyai. Bagi santri putri yang juga sebagai ustadzah komunikasi dengan kyai dapat dilakukan lebih mudah untuk membahas masalah pembelajaran dan pengelolaan pondok pesantren. Kesulitan untuk berkomunikasi dengan Kyai juga terjadi pada komunikasi dengan keluarga (putra-putri) Kyai.

Komunikasi atau hubungan antara santri putri dengan Kyai secara intensif hanya terjadi pada proses pembelajaran maupun acara-acara pengajian dan ceramah yang diberikan oleh Kyai. Isi dari kajian dan ceramah dipandang sebagai sesuatu hikmah yang harus dipahami dan dimengerti oleh santri sebagai keinginan, harapan dan tujuan dari Kyai  yang harus dicapai oleh para santrinya. Dalam pengajian-pengajian dan ceramah yang diberikan oleh Kyai tampak sekali kedalamam dan keluasan pemikiran dan kkarisma Kyai. Jadi dapat dikatakan bahwa kurangnya komunikasi personal antara Kyai dengan santri putri tidak mengurangi rasa hormat dan  takhsim serta kewibawaan Kyai dihadapan para santrinya.

2.    Hubungan Sosial Antara Santri Putri Dengan Santri Putra

Hubungan dan komunikasi antara santri putri dengan santri putra di pondok pesantren tradisional sangat sulit dan dibatasi walaupun ada kegiatan bersama yaitu sholat berjama’ah. Komunikasi hanya bisa dilakukan oleh santri putri yang berstatus ustadzah dengan santri putra yang sudah berstatus ustadz. Itupun hanya untuk  masalah-masalah yang penting yang berkaitan dengan kegiatan pengajaran di pondok pesantren.

Walaupun sudah dibuat peraturan yang membatasi komunikasi dan hubungan sosial antara santri putra dan putri serta ancaman sanksi bagi yang melanggar, tetapi ada beberapa kasus pelanggaran yang dilakukan oleh santri putra dan santri putri. Hal ini dapat difahami karena para santri yang belajar di pondok pesantren adalah santri remaja yang dalam masa-masa saling tertarik pada lawan jenis. Hubungan cinta antara santri putra dan santri putri biasanya dilakukan melalui surat atau pada saat mereka pulang ke rumah masing-masing. Bila hubungan cinta atau pacaran antara santri putra dan santri putri ini diketahui oleh pengurus pesantren, maka santri mendapat sanksi yaitu santri  bisa digunduli dan dikembalikan kepada orang tua dengan tidak hormat. Pelanggaran yang disebabkan oleh hubungan cinta antar santri ini jumlahnya tidak banyak karena beban dari sanksi sosial (rasa malu) ini lebih berat dibandingkan sanksi fisik .

3.    Hubungan Sosial Antara Santri Putri Dengan Ustadz/Ustadzah

Secara umum ustadz dan Ustadzah di pondok-pondok pesantren berasal dari lingkungan pondok pesantren dan dari luar pondok pesantren Hubungan antara santri putri dengan ustadz/ustadzah dari dalam dan dari luar pondok pesantren agak berbeda. Hubungan antara santri putri dengan Ustadz dari dalam lingkungan pondok pesantren walaupun hanya sebatas lingkungan madrasah/kelas dan hanya  untuk tujuan membahas mata pelajaran dan hal-hal penting saja, tetapi sangat luwes dan akrab, karena beberapa ustadz juga ada yang masih berstatus santri. Hal ini berbeda dengan hubungan santri putri dengan ustadz yang berasal dari luar lingkungan pondok pesantren yang terlihat sangat lugas dan berjarak. Demikian juga halnya hubungan antara santri putri dengan para ustadzah yang berasal dari dalam lingungan pondok pesantren lebih luwes bila dibandingkan dengan ustadzah yang berasal dari luar pondok pesantren. Kalau hubungan antara ustadz dan ustadzah dimungkinkan selama untuk membahas masalah yang terkait dengan proses pembelajaran dan pengelolaan pondok pesantren.

Hubungan antara santri putri dengan ustadzah cukup baik, karena sebagian ustadzah juga masih berstatus sebagai santri di pondok pesantren tersebut, sehingga hubungannya lebih akrab karena berstatus teman. Hubungan antara santri putri dengan ustadzah yang masih berstatus santri tidak hanya terbatas pada hubungan dan komunikasi di madrasah, tetapi dapat berlanjut di luar forum tersebut, terutama untuk berkonsultasi masalah-masalah percintaan dan masalah-masalah pribadi.

4.    Hubungan Sosial Antara Sesama Santri Putri

Santri putri di pondok pesantren sangat beragam karakter, lingkungan keluarga , status sosial serta usianya. Dengan demikian diperlukan tenggang rasa yang tinggi agar terjadi keharmonisan di dalam lingkungan pondok pesantren. Santri putri senior biasanya bertindak sebagai pembimbing bagi santri-santri putri yang lebih muda. Selain itu karena pondok pesantren merupakan suatu keluarga besar, maka santri putri yang senior menempatkan diri sebagai kakak bagi santri-santri putri lain yang usianya lebih muda. Mereka dapat menjadi tempat untuk mencurahkan isi hati (curhat) bagi santri-santri putri yunior bila mereka menghadapi masalah. Dengan demikian hubungan antara sesama santri putri, baik yang usianya sebaya, lebih muda atau lebih tua terjalin akrab. Salah satu faktor yang menyebabkan terjalinnya hubungan yang akrab ini adalah karena mereka sama-sama jauh dari orang tua dan saudara. Pada umumnya dalam kelompok santri putri diangkat seorang “lurah” yang menjadi koordinator dan berfungsi sebagai pengawas dan penghubung antara santri putri dengan Kyai/Nyai bila ada masalah yang dihadapi santri putri. Lurah dipilih melalui suatu pemilihan umum di lingkungan para santri putri dan dipilih berdasarkan seniortas, tingkat pemahaman ilmu yang sudah tinggi, serta mempunyai kepribadian dan akhlak yang baik. Untuk lingkup yang lebih kecil, setiap kamar juga memiliki seorang koordinator kamar yang tugasnya adalah menjaga ketertiban dan keamanan serta keharmonisan diantara teman-teman sekamarnya. Bila ada masalah pada teman-teman sekamarnya, maka  kordinator kamar harus mengkomunikasikan serta berkonsultasi dengan lurah. Bila kordinator kamar serta lurah belum dapat memecahkan dan menyelesaikan masalah tersebut, maka mereka harus berkonsultasi dengan Kyai atau Nyai. 

5.    Hubungan Sosial Antara Santri Putri Dengan Masyarakat Di Luar Pondok Pesantren Tradisional.

Di pondok pesantren tradisional santri putri dilarang berkomunikasi dan keluar dari pondok pesantren. Khusus pada  Pondok Pesantren Al Musjibiyah semua santrinya berstatus santri mukim walaupun ada santri yang berasal dari daerah sekitar. Selain itu santri dilarang belajar di luar pondok pesantren . Dengan demikian hubungan sosial antara para santri putri dengan masyarakat kurang intensif dan santri putri kurang mengetahui perkembangan dalam masyarakat sekitar. Untuk memenuhi kebutuhan makan dan sebutuhan sehari-hari lainnya, santri dapat memperolehnya di kantin-kantin  di lingkungan pondok pesantren yang  dikelola oleh pengurus dan melibatkan masyarakat sekitar.Dari masyarakat yang mengelola kantin dan toko tersebutlah para santri memperoleh informasi-informasi aktual yang terjadi di luar pondok pesantren.

Pada umumnya pondok pesantren tradisional membuat peraturan yang melarang santri putri menerima tamu laki-laki yang bukan muhrimnya, dan tamu laki-laki muhrim dilarang masuk ke kamar santri putri untuk menghindari fitnah. Bila santri putri akan keluar pondok pesantren untuk suatu keperluan, maka harus ada ijin dari pengurus pondok pesantren. Jadi santri putri hanya bisa keluar pondok pesantren bila pulang kerumah.

Hubungan Sosial Di Lingkungan Pondok Pesantren Modern.

Pola hubungan sosial dan komukasi di lingkungan pondok pesantren modern ada dua macam yaitu pola hubungan yang memberikan ruang kepada para santrinya untuk berinteraksi soaial dan berkomunikasi secara proporsional dan pola hubungan yang membatasi ruang komunikasi para santrinya.
Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang, Al-Amien Demak, Pondok Pesantren Al Hikmah Benda Sirampog Brebes, dapat diketegorikan sebagai Pondok Pesantren yang mempunyai pola hubungan sosial dan komunikasi yang terbuka di dalam dan di luar komunitas pesantren. Pondok-pondok  pesantren  yang menerapkan pola hubungan sosial dan komunikasi yang lebih tertutup dapat dilihat pada Pondok Pesantren Al-Irsyad Syari’ah & Thoriqoh An Naqsyabandiyyah Rembang, Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an (PTYQ) Kudus dan Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kaliwungu Kendal. Pola-pola hubungan sosial dan komunikasi di pondok pesantren Modern ini juga mempunyai ciri dan kekhasan tersendiri.
       
1.    Hubungan Sosial Antara Santri Putri Dengan Kyai, Keluarga Kyai Dan Nyai.

Pada Pondok Pesantren Addainuriyah 2 hubungan antara santri putri dengan Kyai sangat baik, artinya Kyai sangat terbuka dan memberikan kesempatan kepada para santrinya untuk berkomunikasi, sejauh beliau mempunyai waktu dan berada di pondok pesantren . Bahkan menurut Hj. Umaeroh atau ibu Nyai , santri putri lebih senang mencurahkan isi hatinya (curhat) atau berkonsultasi masalah pribadi  dengan Kyai dibandingkan dengan ibu Nyai karena mungkin lebih bebas dan Kyai dapat lebih bisa memahami perasaan mereka. Untuk membantu memecahkan masalah yang dihadapi para santri putri, Kyai juga berusaha mencari solusi dengan melakukan sholat istikharah.

Walaupun Kyai dan Nyai memberikan keleluasaan bagi para santrinya untuk berkomunikasi dengan beliau, tetapi ada santri yang enggan untuk berkomunikasi dengan beliau kalau tidak terpaksa atau ada masalah yang penting. Hal ini diungkapkan oleh beberapa santri Pondok Pesantren Addainuriyah 2 yaitu Aida Sumayirrah, Beti Ratnasari, Siti Aminah Rohmatul Aulia, Nur Iva Syarifah, Chotimatun. Keengganan para santri putri untuk bertemu dan berkomunikasi dengan Kyai karena menurut mereka Kyai mempunyai kelebihan yaitu bisa melihat/ membaca masalah yang sedang dihadapi seseorang tanpa orang tersebut menyebutkan masalah yang dihadapainya. Suatu pengalaman diungkapkan oleh seorang santri putri yaitu Solkhah Mufrikhah, yang pernah menghadapi masalah berat. Suatu saat dia lewat di depan “dalem” (rumah Kyai) dan kebetulan saat itu Kyai sedang duduk diteras depan dalem. Kyai memanggilnya dan meminta dia membantu ibu Nyai untuk merebus kentang, padahal saat itu banyak santri putri di sana, tetapi dialah yang dipanggil oleh Kyai. Sambil merebus kentang Kyai dan ibu Nyai mengajaknya berbicara dan memberi nasihat bahwa masalah yang dihadapi harus diselesaikan dengan tenang dan santai. Nasihat Kyai dan Nyai sangat menyentuh perasaan Solkhah dan sangat menentramkan sehingga hal tersebut menjadi pengalaman yang mengesankan.

Hubungan dan komunikasi antara santri putri dengan keluarga Kyai  (putra-putri Kyai) juga cukup baik, terutama dengan putri Kyai, yang juga menjadi ustadzah. Hubungan dan komunikasi antara santri putri dengan Kyai dan keluarganya walaupun diberi keleluasaan tetapi harus tetap memperhatikan tata krama, sopan santun dan atas dasar rasa hormat.

Kyai juga sangat terbuka dalam menginformasikan serta  mengkomunikasikan manajemen pondok pesantren terutama yang berkaitan dengan keuangan. Laporan Keuangan selalu ditempel setiap saat agar santri mengetahui sumber dana dan penggunaannya secara terbuka .

Hubungan sosial dan komunikasi yang terbuka dan moderat ini dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan Kyai,  yang selain memperoleh pendidikan pondok pesantren, beliau juga menempuh pendidikan umum formal , sehingga  pola hubungan sosial di pondok pesantren disesuaikan dengan tuntutan jaman sejauh itu tidak melanggar kaidah agama.

Pondok pesantren modern yang lain, yang juga menerapkan pola komunikasi secara terbuka adalah Pondok Pesantren Al-Amien Demak. Pola hubungan sosial dan komunikasi antara santri putri dan Kyai terjadi pada saat Kyai mengajar. Kalau ada waktu setiap saat Santri putri dapat bertemu Kyai.  Kyai sangat terbuka menerima para santri putri yang akan berkomunikasi. Tentu saja hubungan dan komunikasi ini harus dalam batas kewajaran dan kesopanan  untuk menjaga kehormatan Kyai dan agar para santri putri  tidak bertindak di luar batas kesopanan.

Selain dua pondok pesantren tersebut diatas, ada lagi pondok pesanren yang menerapkan pola hubungan sosial dan komunikasi yang terbuka, yaitu Pondok Pesantren Al-Hikmah Benda  Sirampog Brebes. Di pondok pesantren ini para santri putri dapat melakukan komunikasi atau konsultasi dengan Kyai dengan suatu syarat yaitu komunikasi harus dilakukan di tempat terbuka dan membawa teman  agar terhindar dari ftnah. Sebenarnya para santri putri sudah mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga Kyai karena para santri putri yang belajar tanpa bekal (sangu) secara sukarela dan atas kemauan sendiri setiap hari membantu Ibu Nyai dalam mengurus rumah tangganya seperti memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah, mengasuh anak dan sebagainya. Bantuan yang diberikan para santri putri kepada keluarga Kyai ini merupakan suatu kebanggaan bagi para santri putri, karena mereka telah mengabdi dan pengabdian ini merupakan bentuk dari rasa hormat mereka kepada Kyai dan keluarganya.

Menurut  KH. M. Masturi Mughni, walaupun Kyai sangat terbuka dalam berkomunikasi, tetapi para santri putri masih banyak yang enggan melakukan konsultasi dengan Kyai. Yang seringkali berhubungan dan berkomunikasi dengan Kyai adalah para pengurus. Perlu diketahui bahwa setelah Nyai atau istri Kyai Masruri Mughni meninggal pada tahun 1996, Kyai Masruri Mughni menikahi seorang santrinya yang bernama Fanti Widia.

Proses pengambilan keputusan untuk menikahi santrinya ini berdasarkan mimpi dan sholat istikharah para Kyai sepuh di lingkungan pondok Pesantren. Hubungan antara santri putri dengan putra-putra Kyai diupayakan tidak terlalu dekat atau dihindarkan hubungan yang menjurus ke hubungan cinta, karena biasanya kalau santri putri mendapat perhatian dari putra Kyai, mereka cenderung bersikap manja.

Pada Pondok Pesantren Al-Irsyad Syari’ah & Thoriqoh An Naqsyabandiyyah Rembang, Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an (PTYQ) Kudus dan Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kaliwungu Kendal, hubungan sosial dan komunikasi antara santri putri dengan Kyai jarang bisa dilakukan. Bahkan  di Pondok Pesantren Al-Irsyad dan Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an (PTYQ) Kudus, Kyai ketika mengajar mengaji tidak mau berhadapan langsung dengan santri putri, sehingga harus ditutup kain/tabir. Jadi yang terdengar hanya suara Kyai tanpa bisa saling melihat wajah. Komunikasi dengan Kyai hanya kalau mau minta ijin pulang ke rumah. Demikian juga hubungan dan komunikasi dengan keluarga Kyai sangat jarang dilakukan.

Di Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kaliwungu Kendal, ada hal yang unik , yaitu walaupun santri jarang berkomunikasi secara pribadi dengan Kyai, tetapi ada kebiasaan dan keteladanan Kyai yang diikuti oleh para santri. Sikap “tak’dim” yang demikian ini menjadi kebiasaan santri, contohnya yaitu santri yang lebih muda harus menundukkan kepala bila berjalan dan berpapasan dengan santri atau orang yang lebih tua .Sikap “tak’dim “  terhadap Kyai juga diperlihatkan santri dengan mengikuti kebiasaan Kyai yaitu  tidak memakai sandal/alas kaki bila bepergian. Selain sebagai bentuk rasa  tak’dim terhadap Kyai, kebiasaan tidak memakai alas kaki ini karena alasan kesehatan dan cermin dari kesederhanaan. Karena kebiasaan  tidak memakai alas kaki diikuti oleh seluruh santri dan berlanjut sampai saat ini, maka hal tersebut  menjadi ciri khas atau keistimewaan  dari Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kaliwungu Kendal.

2.    Hubungan Sosial dan Komunikasi Antara Santri Putri Dengan Santri Putra.

Pada pondok pesantren yang pola hubungan sosial dan komunikasinya terbuka seperti Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang, hubungan sosial dan komunikasi antara santri putri dan santri putra hubungannya  terbatas, artinya santri putri dapat berhubungan dan berkomunikasi dengan santri putra sebatas pada hubungan yang ada kaitannya dengan tugas pondok pesantren. Dalam kegiatan rutin di Pondok Pesantren Addainuriyah seperti sholat jama’ah dan pengajian-pengajian santri putra dan santri putri dapat bertemu karena tempatnya tidak dipisah.

Berbeda halnya dengan Pondok Pesantren Al Hikmah Benda Sirampog Brebes yang menerapkan pembelajaran di SMP dan SMU dengan menyatukan santri putra dan santri putri.  KH  Masturi Mughni menuturkan bahwa Pondok Pesantren Putri Al Hikmah menerapkan peraturan yang lebih longgar dibandingkan dengan pondok pesantren Salafiyah yang lain. Di Pondok Pesantren Al Hikmah santri putri bisa lebih sering bertemu dengan santri putra, baik dalam kegiatan sholat jama’ah maupun dalam kegiatan-kegiatan lain. Menurut beliau, kalau santri putri dikekang dan dibatasi ruang pergaulannya dengan peraturan-peraturan yang ketat, maka akan membuat santri putri semakin nakal, susah diatur dan akan mencari-cari kesempatan untuk bertemu dengan santri putra. Walaupun santri putri dapat bertemu dengan santri putra, mereka tetap diawasi oleh pengurus dan hanya boleh bertemu di tempat-tempat umum/terbuka untuk menghindari perbuatan-perbuatan tercela. Kadang-kadang juga terjadi hubungan cinta antara santri putra dan santri putri yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi yaitu dengan saling berkirim surat melalui temannya (kurir), tetapi tidak sampai menjurus pada perbuatan-perbuatan tercela.  Walaupun jumlah santri yang saling berpacaran ini kecil, tetapi pernah dilakukan sanksi  untuk memulangkan santri kepada orang tuanya karena kasus pacaran.

Pondok Pesantren Al-Amien Demak memisahkan tempat pondokan dan tempat belajar bagi santri putra dan santri putri, tetapi dalam kegiatan pengajian tidak ada pemisahan, sehingga kemungkinan untuk bertemu dan berkomunikasi sangat terbuka. Walaupun demikian komunikasi antara santri putra dan santri putri sangat terbatas dan hanya untuk membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan pondok pesantren.

Di pondok-pondok pesantren yang pola hubungan sosial dan komunikasinya tertutup seperti Pondok Pesantren Al-Irsyad Syari’ah & Thoriqoh An Naqsyabandiyyah Rembang, Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an (PTYQ) Kudus dan Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kaliwungu Kendal  komunikasi antara santri putri dan santri putra sulit dilakukan kecuali pada acara imtihan (akhirul sanah). Walaupun demikian ada beberapa kasus yaitu terjadi percintaan antara santri putra dan santri putri yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau ketika mereka berada di luar Pondok Pesantren. Percintaan antara santri putra dan santri putri di lingkungan pondok pesantren akan mendapat sanksi  mulai dari teguran, wajib membaca Qur’an beberapa juz, membersihkan kamar mandi, digunduli sampai dipulangkan ke orang tua. Khusus santri yang sudah menjadi ustadz/ustadzah lebih leluasa berkomunikasi, terutama untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan pondok pesantren.

3.    Hubungan Sosial dan Komunikasi Antara Santri Putri Dengan Ustadz/Ustadzah.

Untuk pondok pesantren yang menerapkan pola hubungan sosial yang terbuka serta pondok pesantren yang menerapkan pola hubungan sosial dan komunikasi tertutup, hubungan sosial dan komunikasi antara santri putri dan ustadz pada dasarnya hampir sama yaitu hubungan yang terbatas pada masalah pembelajaran dan kegiatan yang terkait dengan pondok pesantren.
Ustadz mempunyai wewenang untuk mengajar santri putra maupun santri putri. Hal ini berbeda dengan Ustadzah yang  tidak diperkenankan mengajar santri putra.

Pada umumnya beberapa putra dan putri Kyai juga menjadi ustadz dan ustadzah di pondok pesantren tersebut. Hubungan antara santri putri dengan ustadz/ustadzah putra/putri Kyai ini baik dan harus menjaga tata kesopanan untuk menjaga citra diri mereka dihadapan para santri yang lain. Mereka berusaha untuk tidak menjalin hubungan khusus atau hubungan cinta dengan para santrinya

Ada keunikan di  Pondok  Pesantren Al-Amien yaitu semua pengajar di sana adalah ustadz (laki-laki), tidak ada usradzah. Dengan demikian hubungan para santri putri dengan ustadz hanya sebatas hubungan guru-murid, sebatas hubungan di lingkungan madrasah dan hanya untuk membahas mata pelajaran saja.
Hubungan antara ustadz yang masih berstatus sebagai santri dengan ustadzah yang juga masih berstatus santri lebih leluasa dan enak karena mereka juga berstatus teman. Walaupun demikiaan mereka harus tetap menjaga tata kesopanan agar citra dan kehormatan mereka sebagai Ustadz dan ustadzah tetap terjaga.

4.    Hubungan Sosial Dan Komunikasi Antara Sesama Santri Putri.

Hubungan sosial dan komunikasi antara sesama santri putri di pondok-pondok pesantren yang pola hubungan sosial dan komunikasinya terbuka maupun tertutup pada dasarnya sama, yaitu seperti hubungan keluarga. Secara umum  pengurus pondok pesantren menempatkan para santri putrinya pada kamar-kamar secara acak, tidak dibagi menurut daerah asalnya dan umur santri.  Hal ini bertujuan agar para santri putri cepat beradaptasi dengan lingkungan dan suasana pondok pesantren.  Santri senior berkewajiban membimbing dan mengarahkan serta mengawasi santri yunior. Bila ada masalah yang menimpa santri putri lainnya, diharapkan santri-santri senior membantu memecahkan dan menyelesaikan masalah tersebut

Khusus pada Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang, karena santrinya terdiri dari pelajar SLTP, SMU, mahasiswa dan sarjana, maka sistim pengelompokan asrama atau pondok dibedakan antara komplek untuk pelajar (khusus pelajar SMU dan SLTP), komplek mahasiswa dan santri yang sudah bekerja , komplek bahasa (khusus untuk santri yang intensif mempelajari bahasa) serta komplek calon Hafidz Qur’an (menghafal Al-Qur’an). Hal ini dilakukan agar masing-masing santri tidak terganggu dengan aktivitas santri yang sangat beragam tingkat pendidikan formalnya. Walaupun demikian hubungan antar santri ini tidak berkurang kualitasnya sebab hubungan antar santri ini tentu mempunyai kualitas yang lebih baik karena arahan dan bimbingan santri senior pada santri yunior berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan dan pemikiran yang matang dan rasional. Di beberapa pondok pesantren dapat dilihat bahwa kebiasann bergaul dengan santri-santri senior menimbulkan dampak positif pada santri yonior, yaitu bahwa mereka terbiasa mengemukakan pendapat dengan sistimatis, tegas, berani, dan mereka  mempunyai pemikiran-pemikiran yang matang dibandingkan usia mereka yang masih belasan tahun.

Pada Pondok Pesantren  Al Hikmah Benda Sirampog Brebes, pembagian dan penempatan santri putri di asrama diacak dan tidak berdasarkan asal daerah mereka. Hal ini bertujuan agar para sanri putri cepat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan teman-temannya yang berasal dari berbagai daerah, berbagai lingkungan budaya dan berbagai latar belakang soaial  ekonomi. Hal ini terbukti dengan terciptanya keakraba di antara para santri putri, tanpa melihat perbedaan budaya, tingkat sosial, dan tingkat pendidikan yang sedang ditempuh.

Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang menempatkan santri putri pada asrama atau pondok bukan berdasarkan daerah asal tetapi berdasarkan jenis pendidikan yang diikuti. Hal ini menyebabkan hubungan antara sesama santri putri kurang akrab karena mereka hanya bertemu dan berhubungan secara intensif dengan santri-santri yang jenis pendidikannya sama.

5. Hubungan Sosial dan Komunikasi Antara Santri Putri Dengan Masyarakat sekitar Pondok Pesantren Modern.

Pada pondok pesantren modern baik yang menerapkan pola  hubungan sosial  dan komunikasi terbuka  maupun tertutup, ada suatu kebijakan yang memperbolehkan atau melarang para santrinya untuk belajar di luar pondok pesantren. Kebijakan ini tentu sangat mempengaruhi pola hubungan sosial dan komunikasi antara santri putri yang mondok di pondok pesantren dengan masyarakat di luar pondok pesantren.

Pondok Pesantren Addainuriyah 2 menerapkan kebijakan untuk para santrinya, baik santri putra maupun santri putri diperbolehkan  menempuh pendidikan di luar pondok pesantren. Para santri ini belajar agama dan pengetahuan Islam di pondok pesantren pada hari Senin malam sampai Jum’at malam.

Kebebasan untuk menempuh pendidikan di luar pondok pesantren ini tentu akan membuat hubungan santri dengan masyarakat luas di luar pondok pesantren semakin intensif. Mereka dapat berinteraksi dengan guru, teman sekolah, dosen , masyarakat dari berbagai lingkungan, tingkat sosial dan lain sebagainya. Selain itu mereka juga mendapat kesempatan untuk tetap melakukan aktivitas-aktivitas  di luar pondok pesantren yang tentu saja akan semakin memperluas wawasan mereka.  Menurut  KH Dzikron Abdullah,  kebijakan dan peraturan  yang dibuat untuk para santri ini, berdasarkan pada pemikiran bahwa dewasa ini sangat sulit untuk mendidik seseorang di  bidang agama  dan sekaligus dapat membekali dengan pengetahuan yang mereka minati. Oleh karena itu kemudian ada pemikiran untuk membangun Pondok Pesantren yang memberikan kebebasan kepada para santri untuk memperoleh pendidikan di luar Pondok Pesantren dan sekaligus mereka mempunyai bekal pendidikan agama yang memadai.

Santri putri yang mondok di Pondok Pesantren Addainuriyah mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk bergaul dengan teman-teman sebayanya di luar pondok pesantren, sehingga ada kemungkinan mereka menjalin hubungan cinta dengan pemuda/pemudi di luar pondok pesantren. Beberapa orang santri putri dari Pondok Pesantren Addainuriyah bahkan telah menikah dan tetap berstatus sebagai santri di pondok pesantren tersebut. Pondok Pesantren Addainuriyah memperbolehkan santrinya menikah dan tetap berstatus sebagai  santri. Santri putri yang menikah ini belajar di pondok pesantren dengan berbagai alasan, yaitu seperti suami sedang bertugas ke luar kota dalam jangka waktu yang cukup lama dan lain sebagainya. Biasanya yang mondok ini juga belum dikaruniai putra.  Salah seorang santri putri yaitu Aida Sumayirrah yang sudah berstatus ustadzah, menikah dalam usia muda yaitu ketika berusia 22 tahun dengan alasan bahwa dia sudah mantap menetapkan pilihan pada suaminya. Selain itu juga untuk menghindari fitnah dan perbuatan tercela. Saat ini  suaminya juga berstatus sebagai santri di Pondok Pesantren Wachid  Hasyim dan sebagai mahasiswa. Hampir setiap hari mereka bertemu  karena Aida Sumayirrah dan suaminya  kuliah di Perguruan Tinggai Wachid Hasyim. Walaupun demikian mereka belum melakukan “MP” (Malam Pertama/hubungan sex) karena mereka berkomitmen untuk tidak mempunyai anak terlebih dahulu sebelum mereka selesai kuliah. Dalam kesehariannya mereka layaknya orang yang sedang pacaran tetapi sudah resmi sebagai suami-istri. Hal demikian ini sudah menjadi cita-cita mereka berdua sejak lama yaitu untuk menerapkan konsep berpacaran yang tidak melanggar aturan agama. Untuk lingkungan Pondok Pesantren Addainuriyah hal ini sudah diketahui dan dipahami serta sudah mendapat ijin dari Kyai. Sebagai suami-istri mereka selalu mendiskusikan masalah-masalah pribadi dan masalah keluarga yang mereka hadapi.

Untuk santri-santri putri Pondok Pesantren Addainuriyah yang lain, yang berstatus mahasiswa lebih beragam aktivitasnya di lingkungan masyarakat, seperti ikut berpartisipasi aktif dalam pengajian-pengajian di luar lingkungan pondok pesantren, khususnya pengajian untuk ibu-ibu dan remaja putri, kegiatan sosial masyarakat, aktivitas-aktivitas lain  yang diadakan di kampus mereka masing-masing dan lain sebagainya, sebatas  aktivitas tersebut tidak dilakukan pada malam hari.  Kalaupun mereka terpaksa harus mengikuti aktivitas-aktivitas tersebut pada malam hari harus ada ijin dari Kyai atau pengurus pondok pesantren. Aktivitas yang sangat beragam, yang dilakukan santri putri di luar pondok pesantren menyebabkan santri tidak terisolir dari lingkungan masyarakat luas dan mereka dapat lebih merasakan dan memahami masalah-masalah sosial yang dihadapi masyarakat. Pemahaman terhadap masalah-masalah sosial ini diharapkan dapat melatih santri untuk mencari jalan/upaya untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial tersebut. Sebagai contoh, seorang santri putri sekaligus ustadzah Pondok Pesantren Addainuriyah yaitu Inayah Karyati, mencoba turut memecahkan persoalan masyarakat yang berkaitan dengan pergaulan bebas di antara remaja kota dengan jalan membuat suatu tulisan yang dimuat di surat kabar dan majalah. Tulisan yang mengungkapkan pandangan-pandangannya tentang pergaulan remaja yang sehat dalam pandangan agama, diharapkan dapat menjadi suatu masukan atau dapat menambah wacana para remaja kota dalam bergaulannya. Selain itu dia yang belajar ilmu sastra juga berharap dapat mengembangkan diri menjadi penulis satra dengan latar belakang agama/sufi .

Dengan karya dan tulisannya Karyati berharap dapat berkomunikasi lebih luas dengan masyarakat.
Salah seorang putri Kyai Dzikron Abdullah yang menjadi ustadzah di Pondok Pesntren Addainuriyah, Naili Anafah mengatakan bahwa, ilmu yang diperoleh dari bangku kuliah di bidang hukum dan dari aktivitasnya di dalam masyarakat , sangat berguna untuk menambah materi mengajar di Pondok Pesantren. Ilmu yang diajarkannya di pondok pesantren selalu dikatkan dengan peristiwa dan masalah-masalah aktual yang sedang terjadi di masyarakat.

Berbeda dengan Pondok Pesantren Addainuriyah yang memberi kesempatan kepada para santri putrinya untuk  berhubungan dan berkomunikasi dengan masyarakat di luar Pondok Pesantren, Pondok Pesantren  Al Hikmah Benda Sirampog Brebes tidak mengijinkan para santri putrinya melakukan hubungan dan komunikasi dengan masyarakat sekitara pondok pesantren. Walaupun demikian sebenarnya keberadaan pondok pesantren sangat menguntungkan masyarakat karena masyarakat dapat memperoleh tambahan penghasilan dari hasil berjualan barang-barang kebutuhan sehari-hari yang dibutuhkan oleh para santri. Selain itu masyarakat sekitar pondok pesantren juga banyak yang mengajar, baik sebagai ustadz/ustadzah di sekolah formal maupun di lingkungan pondok pesantren. Santri putri di Pondok Pesantren Al Amien diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan di luar pondok pesantren 2 (dua) hari dalam satu minggu, yaitu pada hari Selasa dan Jum’at. Pada hari itu santri bebas ke luar pondok pesantren sampai pukul empat sore. Mereka memanfaatkan waktu bebas tersebut untuk berbelanja ke pasar, bertemu keluarga atau teman-temannya. Mereka juga diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan ektra kurikuler sekolah seperti camping, olah raga, kesenian , dan lain sebagainya, dengan syarat harus ada surat pemberitahuan dari sekolah dan surat ijin. Tujuan dari peraturan ini adalah untuk melatih santri disiplin yaitu pada hari-hari tertentu mereka harus tertib belajar di pondok pesantren dan tidak boleh keluar, tetapi pada hari-hari bebas mereka harus memanfaatkan waktu tersebut sebaik-baiknya.

Kebijakan pondok pesantren ini membawa dampak pada hubungan santri dengan masyarakat di luar pondok pesantren, yaitu bahwa masyarakat mendapat keuntungan ekonomi dari berjualan kebutuhan santri yang berbelanja pada waktu-waktu bebas. Selain itu masyarakat juga dapat melakukan pengawasan sosial terhadap santri yang melakukan pelanggaran seperti berpacaran dan perilaku tidak-pantas lainnya.

Dari uraian tentang hubungan sosial dan komunikasi antara santri putri dengan Kyai, Nyai dan keluarga Kyai, ustad/ustadzah, santri putra dan sesama santri  putri serta masyarakat sekitar pondok pesantren, maka dapat disimpulkan bahwa masing-masing pondok pesantren mempunyai keunikan dan ciri khas sendiri yang mencerminkan karakter Kyai sebagai pendiri dan pengasuhnya.

Pola hubungan sosial dan komunikasi antar individu di dalam komunitas pondok pesantren sangat dipengaruhi oleh orientasi pemikiran yang menjadi tujuan awal para pendirinya .Orientasi pemikiran yang mendasari pendirian pondok pesantren dapat kita lihat pada sifat pondok pesantren yang masuk pada kategori  sebagai pondok salaf, pondok tharikah, pondok modern atau gabungan dari keriganya. Selanjutnya perubahan-perubahan pemikiran para Kyai, baik Kyai sebagai penerus atau pewaris dari Kyai pendahulunya, maupun Kyai perintis pondok pesantren , menunjukkan pola hubungan sosial yang sudah berubah menjadi lebih terbuka, dinamis  dan moderat.

Latar belakang pendidikan para Kyai pengasuh pondok pesantren  sangat mempengaruhi pola hubungan sosial dan komunikasi di lingkungan pondok pesantren. Beberapa Kyai berpendapat bahwa pola hubungan sosial yang terbuka tetapi dalam batas-batas kesopanan, menjadi suatu tuntutan untuk membentuk pondok pesantren yang dinamis, sesuai dengan tuntutan jaman.

MOTIVASI SANTRI PUTRI BELAJAR DI PONDOK PESANTREN

Santri putri mempunyai berbagai macam tujuan dan motivasi untuk belajar di pondok pesantren. Motivasi para santri putri ini juga akan menentukan jenis pondok pesantren yang mereka pilih. Motivasi para satri putri ini ada kaitannya dengan faktor yang menjadi daya tarik pondok pesantren, sehingga para santri tertarik untuk belajar di sana. Setiap pondok pesantren mempunyai daya tarik masing-masing yaitu seperti kharisma dan ilmu yang dimiliki kyai, materi pelajaran yang diberikan, metode pengajaran dan peraturan yang diterapkan, lokasi pondok pesantren yang strategis dan lain sebagainya.

Secara umum ada perbedaan dan persamaan motivasi antara santri putri yang belajar di pondok pesantren yang masih bersifat tradisional dan hanya mengajarkan salaf saja serta menerapkan peraturan yang ketat, dengan santri putri yang belajar di pondok pesantren yang lebih modern yang peraturannya lebih lebih longgar.

Santri putri yang belajar beberapa pondok pesantren yang diteliti mempunyai tujuan dan motivasi yang beragam yaitu seperti :

@   Mempelajari  Al-Qur’an secara lebih mendalam dan dapat hafidh Al Qur’an serta dapat mengamalkan ilmu agama secara benar. Santri putri berpandangan bahwa untuk medalami Al-Qur’an serta menjadi wanita sholekhah tempat yang paling cocok untuk belajar adalah pondok pesantren, karena kehidupan santri putri akan terjaga lahir dan batin. Keinginan sebagian santri putri mempelajari Al Qur’an secara mendalam juga dipicu  oleh keberagaman dalam beragama di dalam lingkungan masyarakat  yang kadang-kadang sangat membingungkan. Di dalam Islam sendiri juga muncul berbagai macam aliran dan ideologi. Untuk memahami keberagaman agama tersebut perlu mempelajari agam Islam secara mendalam di bawah bimbingan Kyai yang mumpuni.
Motivasi ini dapat kita lihat pada sebagian santri putri Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang, Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kaliwungu – Kendal, Pondok Pesantren Al Musjibiyah Tuban, Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus, Pondok Pesantren Al Amien, Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes,  Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang.

@   Mempelajari Al-Qur’an dan sekaligus dapat mempelajari ilmu-ilmu umum di lembaga pendidikan di luar pondok pesantren. Pondok pesantren modern yang memberi kesempatan para santrinya untuk belajar di luar pondok pesantren menarik minat para santri dari kalangan pelajar dari sekolah-sekolah umum dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Peraturan pada pondok-pondok pesantren modern  yang tidak terlalu ketat, menjadi daya tarik untuk belajar di pondok pesantren tersebut, karena santri dapat belajar dan kuliah di sekolah-sekolah umum dan perguruan tinggi pada pagi hari dan belajar ilmu agama pada sore sampai malam hari.Walaupun peraturan pondok pesantren tidak terlalu ketat, tetapi ada tata tertib yang setidaknya dapat menjaga dan menghindarkan santri putri dari pengaruh buruk pergaulan bebas sehingga santri putri yang mondok selain mendapatkan ilmu agama juga terjaga  keamanan dirinya dari pengaruh pergaulan bebas. Selain itu suasana pondok pesantren yang religius menyebabkan santri putri bisa lebih berkonsentrasi dalam belajar agama dan ilmu umum lainnya.

Motivasi yang demikian ini tampak pada santri putri yang belajar di pondok pesantren Addainuriyah 2 Semarang, Pondok Pesantren Al Amien Demak, Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang, Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes.

@   Memenuhi keinginan dan dorongan orang tua. Beberapa santri putri tertarik mondok di pondok pesantren karena orang tua atau nenek mereka pernah mondok dan mempunyai kesan yang baik terhadap pondok pesantren tersebut. Selain itu dorongan orang tua agar putrinya belajar di pondok pesantren adalah karena keinginan agar putrinya belajar ilmu agama secara mendalam serta kekhawatiran orang tua melihat pergaulan remaja yang sangat bebas dan tidak lagi memperhatikan norma-norma agama.

Motivasi ini dapat kita lihat pada sebagian santri putri yang mondok di Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang dan Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kaliwungu-Kendal, Pondok Pesantren Al  Musjibiyah Tuban, Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus, Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes, Pondok Pesantren Al Amien Demak.

@   Tertarik oleh kharisma dan kesederhanaan Kyai. Kharisma dan ilmu yang dikuasai Kyai dapat menjadi daya tarik para santri untuk belajar di pondok pesantren. Kyai dianggap sebagai figur yang mempunyai kelebihan secara spiritual dan dianggap mempunyai kekuatan supranatural. Hal ini dapat kita lihat pada Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kaliwungu – Kendal yang diasuh oleh KH. Dimyati Rois. KH. Dimyati Rois ini di kalangan santri terkenal karena kesederhanaan dan kedalaman ilmu agama yang dikuasainya. Kesederhanaan KH. Dimyati Rois tampak pada penampilan keseharian beliau yang tidak pernah memakai alas kaki. Penampilan beliau yang demikian ini diikuti oleh para santri yang juga tidak memakai alas kaki. Selain itu dalam mengelola pertanian milik pondok pesantren Kyai H. Dimyati Rois juga terjun dan memberi contoh langsung kepada para santri. Motivasi yang demikian ini juga tampak pada santri putri Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang  yang sebagain besar santri putrinya tertarik belajar di sana karena kesederhanaan dan kharisma Kyai H. Abdul Wahab Chafidz  yang mendalami tarekat Naqsyabandiyah Kholidiyah. Kedalaman pemahaman spiritual Kyai H.Masruri Mughni sebagai pengasuh Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes,  serta pemahamannya  tentang kitab-kitab klasik,  menjadi motivasi sebagian besar santri putri untuk belajar dan mengabdi serta mendapatkan berkah dari Kyai dan keluarganya.

@   Belajar agama di pondok pesantren yang berkualitas, yang usianya cukup tua dan telah melahirkan banyak kyai sukses. Proses perkembangan pondok pesantren yang cukup lama telah menghasilkan kyai-kyai yang handal dan sukses di berbagai tempat. Para kyai alumni pondok pesantren tersebut telah banyak memberi inspirasi dan memotivasi para santri putri untuk belajar di pondok pesantren. Motivasi yang demikian ini muncul pada sebagian santri putri yang belajar di pondok pesantren  Al-Fadlilah Kaliwungu-Kendal, Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus dan pondok pesantren Al Musjibiyah Tuban.

@   Belajar hidup mandiri. Para santri putri yang belajar di pondok pesantren terdiri dari berbagai usia dan tingkat sosial. Mereka menyadari bahwa hidup di lingkungan pondok pesantren dan terpisah dari keluarga dapat mendorong kemandirian mereka secara pribadi dan sosial. Pondok pesantren dianggap dapat menjadi sarana untuk membentuk kemandirian mereka karena mereka dituntut dapat menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapai dan mereka juga dituntut dapat beradaptasi dan bersosialisasi dengan lingkungan baru yang berbeda dengan lingkungan keluarga mereka.

@   Mewujudkan cita-cita untuk menjadi ustadzah. Cita-cita menjadi ustadzah ini didorong oleh keinginan memperbaiki perilaku pribadi sesuai dengan tuntunan agama  serta menjadi tauladan bagi masyarakat. Selain itu santri putri berkeinginan menjadi ustadzah karena melihat keadaan masyarakat yang semakain longgar dalam menerapkan norma-norma agama. Motivasi yang demikian ini dapat kita lihat pada santri putri yang mondok di Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kendal,  Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes, Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang

METODE BELAJAR DI PONDOK PESANTREN

Metode pengajaran di pondok pesantren yang diteliti secara umum hampir sama yaitu  menggunakan metode pengajaran tradisional dan metode pengajaran modern.

Metode pengajaran tradisional yang diterapkan di berbagai pondok pesantren adalah sebagai berikut :

-   Metode pengajian bandongan atau wethon yaitu sistim pengajian atau pengajaran kitab yang diikuti oleh seluruh santri dan diampu oleh seorang Kyai/ustadz/ustadzah. Kyai/ustadz/ustadzah  membaca kitab, sementara santri/murid mendengarkan dan memberi syakal dan makna gandul. Setelah diberi makna  kemudian Kyai/ustadz/ustadzah  memberi penjelasan secara rinci tentang teks yang dibaca. Metode ini tidak tidak hanya sekedar menerjemahkan bahasa Arab ke bahasa lain (Jawa) tetapi juga menjelaskan arti bahasa, kedudukan sebuah kata dalam kalimat, maksud atau penjelasan lain yang lebih luas. Metode pengajian bandongan ini di Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes  dikenal dengan pengajian sentral yang diikuti oleh seluruh santri dan diadakan di masjid. Metode pengajian bandongan ini juga diberikan di Pondok  Pesantren Putri Al Musjibiyah Tuban, Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kendal, Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang, Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang, dan Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus

-   Metode sorogan yaitu metode pengajaran kitab yang diberikan dengan cara santri/murid membaca kitab sementara Kyai/ustadz/ustadzah mendengarkan sambil memberikan komentar atau pembetulan-pembetulan. Sistim sorogan ini biasanya dilaksanakan untuk menghafal kitab-kitab tertentu. Para santri yang sudah hafal suatu kitab kemudian menghadap Kyai/ustadz/ustadzah untuk mempresentasikan hafalannya. Metode pengajian ini diberikan di Pondok Pondok  Pesantren Putri Al Musjibiyah Tuban, Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kendal, Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang, dan Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus.

-   Metode nagham yaitu metode pengajaran kitab yang diberikan dengan cara Kyai/ustadz/ustadzah ”menaghamkan” bacaan, yaitu menuntun santri dalam melafalkan dan memberi jeda pada setiap kalimat dalam kitab yang dikaji. Penekanan metode ini adalah pada kemampuan santri untuk memberikan jeda dan intonasi pelafalan setiap kalimat dalam kiatb kuning sehingga tidak ada keambiguan makna. Metode ini bertujuan untuk membiasakan santri membaca dan melafalkan serta memahami isi kitab secara baik dan benar. Metode ini berhubungan erat dengan metode bandongan  karena metode ini memang diterapkan untuk mendukung metode bandongan. Metode pengajian ini hanya diterapkan di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 semarang.

-    Metode lalaran (menghafal) yaitu metode pengajaran kitab dengan cara santri menghafal kitab-kitab tertentu sesuai dengan tingkatannya. Metode ini dipakai agar santri tidak hanya memahami pelajaran yang disampaikan tetapi juga hafal pelajaran tersebut. Dalam metode ini yang menarik adalah ketika para santri menghafalkan pelajaran sambil bertepuk tanagan sesuai dengan irama dan lagu dari syair-syair yang ada dalam kitab tersebut. Metode lalaran ini diterapkan pada Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kendal.

-   Metode musyawarah yaitu diskusi membahas satu kitab. Di Pondok Pesantren AL-Fadlilah metode musyawarah ini diterapkan dengan cara mendiskusikan kitab dan para santri dituntut untuk berpendapat sesuai dengan kemampuan masing-masing.  Santri yang belajar di tingkat Madrasah Persiapan (MP) musyawarahnya tingkat MP, santri yang belajar di  tingkat Madrasah Tsanawiyah (M.Ts) musyawarahnya tingkat M.Ts, santri yang belajar di tingkat Madrasah Aliyah (MA) musyawarahnya tingkat MA. Untuk tingkat Takhasus musyawarahnya  tingkat Takhasus yaitu musyawarah untuk membahas kitab-kitab besar. Musyawarah tingkat Takhasus ini sebagai sarana untuk meningkatkan mutu pengajar (ustadz). Jika dalam musyawarah ini ada masalah yang tidak dapat diputuskan (mauquf), maka diadakan bahtsul masail atau musyawarah kubro yang diadakan setahun dua kali yaitu pada bulan Maulud dan Rajab.

Di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang metode musyawarah dilaksanakan pada kelas tertinggi (ulya). Di pondok pesantren tersebut metode musyawarah dilaksanakan dengan tujuan untuk mendiskusikan masalah-masalah kekinian dipandang dari sudat agama.

-   Metode pengajaran menghafal Al-Qur’an ada beberapa metode seperti yang diterapkan di Pondok Tanfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus :

•   Metode musyafahah (face to face/bertatap muka), yang dapat dilakukan dengan tiga cara :   
* Kyai/ ustadz/ustadzah membaca kitab, santri mendengarkan dan sebaliknya
* Kyai/ustadz /ustadzah menbaca kitab dan santri hanya mendengarkan
* Santri membaca kitab dan Kyai/ustadz/ustadzah mendengarkan sambil  mengoreksi bila ada kesalahan
•   Metode resitasi yaitu Kyai/ustadz/ustadzah memberi tugas kepada santri untuk menghafal dengan baik beberapa ayat atau beberapa halaman Al-Qur’an, kemudian santri membaca hafalan Al-Qur’an tersebut dihadapan Kyai/ustadz/ustadzah.

•  Metode takrir yaitu santri mengulang-ulang hafalan Al-Qur’an dan membacakannya dihadapan Kyai/ustadz/ustadzah.

•   Metode mudarosah yaitu semua santri menghafal Al-Qur’an secara bergantian dan berurutan, sementara santri yang lain menyimak dan mendengarkan. Dalam prakteknya metode mudarosah dilakukan dengan tiga cara :
[1]  Metode mudarosah ayatan yaitu santri membaca satu ayat Al-Qur’an kemudian diteruskan santri yang lain.
[2]  Metode mudarosah pojokan (perhalaman) yaitu santri membaca satu  halaman Al-Qur’an kemudian dilanjutkan oleh santri yang lain.
[3]  Metode mudarosah perempatan (seperempat juz) yaitu santri membaca Al-Qur’an seperempat juz atau sekitar lima halaman, kemudian diteruskan oleh santri yang lain. Apabila hafalannya lancar, maka dapat dilanjutkan dengan mudarosah setengah juz dan sebagainya.
Selain metode pengajaran tradisional pondok-pondok  pesantren tersebut di atas juga sudah menerapkan metode pengajaran modern yaitu seperti :

-   Metode pengajaran semi klasikal yaitu metode pengajaran Al-Qur’an yang menggabungkan metode pengajaran tradisional dengan metode pengajaran di kelas. Untuk mengaji Al-Qur’an dilakukan secara bersama-sama dibimbing oleh Kyai. Karena santri yang belajar kemampuan dan latar belakangnya berbeda, yaitu ada yang sudah bisa membaca dan menulis bahasa Arab dan ada juga santri yang belum bisa, maka mereka yang belum bisa bahasa Arab ini dikelompokkan dalam satu kelas (kelas 1). Pelajaran bahasa Arab  di kelas ini diberikan dengan menggunakan metode ”utawi iku”,  yaitu pelajaran memberikan makna pada setiap kata dan kalimat bahasa Arab. Metode semi klasikal ini diterapkan pada Pondok Pesantren Al  Amien Demak. Pondok Pesantren Al Amien masih mencari format dan bentuk pengajaran agama yang cocok, karena sebagian besar santrinya  sekolah di bawah Yayasan Futuhiyah pada pagi sampai siang hari sehingga belajar Al-Qur’an hanya dapat dilakukan pada sore, malam dan setelah subuh.

-   Metode pengajaran klasikal yaitu metode pengajaran yang dilakukan di dalam kelas-kelas di pondok-pondok pesantren yang mempunyai sekolah Madrasah Diniyah, Madrasah Ibtidayah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Sekolah-sekolah madrasah ini ada yang menggunakan kurikulum dari Departemen Agama, Departemen Pendidikan Nasional atau kurikulum yang disusun sendiri. Metode pengajaran klasikal ini diterapkan di pondok-pondok pesantren modern seperti Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang, Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus, Pondok Pesantren Al-Musjibiyah Tuban, Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes, Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kendal.

-   Metode tutorial adalah metode pengajaran yang melibatkan beberapa santri (berkisar antara 3 – 7 orang ) dengan dibimbing seorang ustadz/ustadzah. Metode  tutorial diterapkan dalam pengajaran Al-Qur’an dan pendalaman kitab. Metode tutorial ini diterapkan di pondok pesantren Addainuriyah 2 Semarang.

Melalui metode-metode pengajaran seperti tersebut di atas para santri putri di berbagai pondok pesantren mempelajari agama Islam dan Al-Qur’an serta ilmu-ilmu lain yang terkait yaitu seperti Tajwid & Qiro’ati, Tarekh, Akhlaq. Imlak, Fikih, Nahwu, Hadist, Tartil & Tajwid,  Aswaja, Shorof, Qowaidul Fiqiyah . Selain ilmu-ilmu tersebut, para santri putri juga mempelajari ilmu-ilmu umum dan mendukung pengajaran di pondok pesantren, seperti bahasa Arab, bahasa Inggris, ilmu komputer dan sebagainya .

KEGIATAN SANTRI PUTRI DI PONDOK PESANTREN

Santri putri di berbagai pondok pesantren yang diteliti mempunyai kegiatan yang padat yaitu dimulai sebelum sholat subuh (sekitar pukul 03.45 WIB) sampai malam hari (sekitar pukul 22.00 WIB).

Kegiatan santri putri yang berada di pondok pesantren yang memberi kesempatan santrinya belajar di luar pondok pesantren, maupun santri putri di pondok pesantren yang tidak memberi kesempatan santrinya belajar di luar pondok pesantren, secara umum hampir sama. Adapun jadwal kegiatan santri putri secara umum di beberapa pondok pesantren dapat kita lihat sebagai berikut :

-   Pada pagi hari sekitar pukul 03.45 W I B biasanya santri putri sudah bangun dan pukul 04.00  W I B melakukan persiapan  untuk sholat subuh berjama’ah.

-   Setelah sholat subuh, pada pukul 05.15–05.45 WIB pengajian pagi yaitu pengajian kitab. Di Pondok Pesantren Al-Musjibiyah Tuban dan Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes pengajian pagi dilakukan dengan sistim bandongan/wetonan. Di Pondok Pesantren Al-Musjibiyah Tuban pengajian pagi dengan sistim bandongan ini diberikan  bagi santri yang duduk di jenjang Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Bagi santri yang duduk di jenjang Madrasah Ibtidaiyah mengikuti pengajian qiro’ah bi tartil.

-   Pada pukul 06.00 WIB para santri mempersiapkan diri untuk belajar di sekolah formal, baik di luar  maupun di dalam lingkungan pondok pesantren. Dengan demikian pada pagi hari pondok pesantren relatif tidak ada kegiatan. Kegiatan pembelajaran agama biasaya dimulai pada sore hari, yaitu setelah sholat ashar.

- Pukul 08.00 WIB  khusus di Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes santri yang sekolah sore melakukan  kegiatan ekstrakurikuler pesantren.

- Pada pukul 12.30–13.00 WIB  santri yang sudah pulang sekolah atau sedang tidak ada kegiatan, melakukan sholat dhuhur berjama’ah.

- Pukul 13.00-15.30 WIB santri boleh melakukan kegiatan bebas, belajar atau beristirahat.

- Pukul 14.00 WIB  khusus di Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes santri yang sekolah pagi melakukan kegiatan ekstrakurikuler.

- Pukul 15.30 WIB  para santri melakukan shalat ashar berjama’ah.

- Pada pukul 16.00–17.00 WIB para santri mengaji Al-Qur’an. Pengajian Al-Qur’an ini di Pondok Pesantren Al-Musjibiyah Tuban dilakukan dengan sistim bandongan. Pada pesantren yang mengijinkan santrinya belajar/sekolah di luar pesantren seperti Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang, kadang-kadang ada beberapa santrinya yang diijinkan mengikuti kegiatan ektra kurikuler atau mengikuti les privat di sekolah, sehingga mereka ini bisa mengikuti kegiatan pesantren setelah shalat maghrib (sekitar pukul 17.45 WIB).

- Pada pukul 17.45- 18.30 santri melakukan shalat maghrib berjama’ah dan mengaji.

- Pada pukul 18.30- 19.00 WIB para santri dapat melakukan kegiatan bebas seperti istirahat, makan malam atau mengaji. Khusus di Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes santri putri mulai melakukan kegiatan pengajian sorogan (ilmu alat) dan belajar di Madrasah Diniyah (bagi siswi SMP dan SMA).

-   Pada pukul 19.00- 19.25  WIB  para santri melakukan shalat isya berjama’ah.

-  Pada pukul 19.30-20.30 WIB para santri mengikuti pelajaran pada Madrasah Diniyah. Madrasah Diniyah mempunyai jenjang-jenjang yaitu antara lain kelas I’dad, kelas Ula, kelas Wustha dan kelas Ulya. Pukul 19.30 WIB khusus santri putri di Pondok Pesantren Al-Hikmah Brebes belajar takroruddurus dan pukul 20.30 WIB melakukan shalat isya berjama’ah. Santri putri di Pondok Pesantren Addainuriyah yang berminat belajar bahasa Arab dan bahasa Inggris dapat mempelajari kedua bahasa tersebut setelah selesai belajar di Madrasah Diniyah .

-   Pada pukul 21.00-21.30 WIB  santri putri di Pondok Pesantren Al-Musjibiyah melanjutkan mengaji kitab dengan sistim bandongan dilanjutkan dengan kursus bahasa Arab sampai pulul 23.00 WIB. Pada pukul 21.00 sampai pukul 22.00 WIB khusus santri putri di Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes mengikuti pengajian sentral atau bandongan untuk umum dan kemudian beristirahat.

Selain kegiatan umum seperti tersebut di atas santri putri di beberapa pondok pesantren wajib mengikuti  kegiatan ekstrakurikuler seperti :

-   Qiro’ah dan Shalawat. Di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang kegiatan ini dilakukan setiap dua minggu sekali yaitu pada hari Sabtu malam mulai pukul 18.30 sampai dengan pukul 19.30 WIB. Di Pondok Pesantren Al Amien Demak santri putri melakukan latihan qira’ah setiap Selasa siang Di Pondok Pesantren Al Musjibiyah Tuban kegiatan sholawat Nabi dilakukan sebulan sekali, sedangkan di Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus kegiatan shalawat dan barzanji dilakukan setiap minggu, demikian juga Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang melakukan pembacaan shalawat Nariyah dan qiro’ah seminggu sekali. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh santri. Pelatihan Qira’ah dan Shalawat ini bertujuan untuk melatih dan mengembangkan bakat santri di bidang seni baca Al-Qur’an dan Shalawat Nabi.

-   Latihan khitobah (pidato). Kegiatan ini dilakukan hampir di semua pondok pesantren seperti Pondok Pesantren Al Musjibiyah Tuban, Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang, Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang, Pondok Pesnatren Al Amien Demak, Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes. Di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang kegiatan ini dilaksanakan setiap Ahad (Minggu) malam yaitu sesudah shalat maghrib. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh santri putri. Kegiatan ini bertujuan untuk melatih mental dan kemampuan santri dalam bidang dakwah dan menyampaikan ajaran dan pesan-pesan Islam kepada masyarakat. Tema-tema yang disampaikan dalam khitobah ini disesuaikan dengan masalah-masalah aktual yang terjadi dalam masyarakat. Dengan demikian para santri dituntut berpikir dan bersikap  kritis dalam menyampaikan materi. Melalui latihan pidato ini diharapkan para santri siap terjum dalam masyarakat dengan bekal kemampuannya.

-   Kegiatan kesenian. Kegiatan kesenian yang dilakukan dibeberapa pondok pesantren ada beberapa macam seperti  latihan rebana, qasidah,  hadroh/nasyid dan  seni khot (kaligrafi). Di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang latihan rebana dilakukan setiap ahad sore yaitu mulai pukul 16.00–17.00 WIB. Dan diikuti oleh santri-santri yang berminat dan memiliki bakat di bidang seni suara dan seni rebana.

Kegiatan ini bertujuan memfasilitasi santri puti yang mempunyai bakat dan apresiasi seni suara dan seni rebana. Pondok  Pesantren Addainuriyah 2 Semarang mempunyai group musik rebana yang sering ditampilkan pada acara-acara di pondok pesantren maupun diundang untuk memeriahkan acara-acara di luar pondok pesantren. Di Pondok Pesantren Al Musjibiyah Tuban latihan hadroh/nasyid dan qasidah rebana dilakukan seminggu sekali dan seni khot (kaligrafi diadakan sebulan sekali). Di Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes latihan qasidah dilakukan setiap hari Jum’at.  Kegiatan kesenian ini diikuti  oleh santri-santri yang berminat terhadap kesenian tersebut.

-   Tahlilan. Di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang kegiatan tahlil  dilaksanakan dua minggu sekali pada hari Sabtu malam sesudah shalat maghrib. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh santri. Kegiatan tahlil ini selain bertujuan untuk mendoakan para ahli kubur, juga bertujuan melatih para santri untuk memimpin suatu majelis dan agar para santri tidak canggung lagi bila harus tampil memimpin acara-acara keagamaan di masyarakat. Kegiatan tahlil juga dilaksanakan  setiap minggu di di Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus.

-   Dziba’an/barzanji. Di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang kegiatan ini dilaksanakan setelah acara tahlilan. Kegiatan ini bertujuan untuk menyampaikan shalawat dan memahami sejarah Nabi Muhammad  SAW  dalam rangka mengekspresikan cinta kepada Rasul Allah  dan mengharap syafaat dari Nabi serta melestarikan budaya Islam. Di Pondok Pesantren  Al Musjibiyah Tuban acara.

-   Olah raga. Kegiatan olah raga dilakukan oleh hampir semua pondok pesantren. Kegiatan olah raga di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang , Pondok Pesantren Al Hikmah Brebes,  adalah senam santri yang dilaksanakan setiap minggu pagi. Kegiatan ini bertujuan untuk menjaga kesehatan dan kebugaran para santri. Di Pondok Pesantren Al Musjibiyah dilakukan pada saat madrasah libur.

-   Ekstra kurikuler bahasa Arab dan bahasa Inggris. Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang dan Pondok Pesantren Al Amien Demak memberikan pelajaran ekstra kurikuler dua bahasa asing tersebut. Bahkan di Pondok Pesantren Al-Amien ada kegiatan pemberdayaan bahasa Inggris yang diberi nama El Best. Sementara beberapa pondok pesantren hanya memberikan pelajaran bahasa Arab seperti Pondok Pesantren Al Musjibiyah Tuban, Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang, Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus. Di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang kegiatan ini dilaksanakan setelah kegiatan belajar di Madrasah Diniyah selesai. Kegiatan ini diikuti oleh santri yang berminat mengembangkan kemampuan berbahasa asing. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa asing agar santri  mampu merespon segala tantangan di era globalisasi ini.

-   Pengetahuan dan praktik komputer. Materi pelajaran  komputer hanya diberikan diberikan di Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus dan Pondok Pesantren Al-Irsyad bagi santri yang berminat mempelajari komputer.

-   Kursus menjahit dan ketrampilan wanita. Kursus menjahit ini diberikan di Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus dan Pondok Pesantren Al-Irsyad Rembang untuk santri putri yang berminat. Kursus menjahit ini diberikan dengan tujuan memberikan bekal ketrampilan kepada santri putri yang dapat dimanfaatkan ketika mereka telah terjun ke masyarakat.

Selain kegiatan-kegiatan  seperti tersebut di atas para santri juga ikut aktif mengikuti kegiatan tahunan yang diadakan oleh pondok pesantren seperti :

-   Muwadda’ah akhirussanah. Kegiatan ini dilakukan sebelum memasuki bulan Ramadhan dalam rangka menuutup semua kegiatan pondok pesantren dan menyambut bulan suci Ramadhan. Kegiatan ini berisi lomba-lomba yang diikuti oleh santri sebagai perwakilan kamar. Lomba yang diadakan berupa lomba yang bersifat keilmuan maupun lomba yang bersifat hiburan. Puncak acara ditutup dengan pengajian akbar. Kegiatan ini dilaksanakan oleh seluruh pondok pesantren yang dikaji.

-   Khaul. Kegiatan khaul dilaksanakan setiap tahun sebagai wujud bakti para santri kepada para pendiri pondok pesantren. Acara khaul ini diikuti  juga oleh masyarakat umum sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa-jasa para sesepuh pondok pesantren yang telah menyiarkan dan mengembangkan agama Islam di daerah sekitarnya. Acara khaul ini diselenggarakan oleh setiap pondok pesantren yang dikaji. Kegiatan yang berkaitan dengan perayaan hari-hari besar Islam dan hari Kemerdekaan Indonesia. Hari-hari besar Islam selalu diperingati di berbagai pondok pesantren dengan mengadakan pengajian yang melibatkan seluruh santri dan terbuka untuk masyarakat umum di sekitar pondok pesantren,   seperti peringatan  tanggal 1 Muharam, maulid Nabi, Isra’-Mi’raj, Idul Fitri dan sebagainya. Pada bulan Ramadhan biasanya pondok pesantren mengadakan juga acara khataman Al-Qur’an.

-   Bahstul Masail (musyawarah kubro) yaitu musyawarah untuk membahas masalah-masalah yang belum dapat diselesaikan/diputuskan. Di Pondok Pesantren Al Fadlilah Kendal musyawarah kubro ini dilaksanakan setahun dua kali yaitu pada bulan Maulud dan Rajab.

-   Karya wisata/study tour. Kegiatan ini dilaksanakan setahun sekali di beberapa pondok pesantren seperti Pondok Pesantren Al Amien Demak, Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus. Karya wisata ini biasanya mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang berkaitan dengean pengembangan agama Islam serta mengunjungi makam wali.

Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan santri putri di beberapa pondok pesantren  yaitu :
-   Mujahadah Ihsanillah. Kegiatan ini merupkan kegiatan rutin di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang yang dilaksanakan setiap Ahad Pon  setelah shalat maghrib. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh santri dan terbuka untuk masyarakat umum di sekitar pondok pesantren maupun dari luar daerah.
-   Pengajian Jum’at siang untuk ibu-ibu/wanita. Pengajian ini diadakan setiap hari Jum’at  siang setelah shalat Jum’at di Pondok Pesantren Addainuriyah. Pengajian ini disampaikan oleh KH. Dzikron Abdullah yang diikuti oleh seluruh santri putri dan ibu-ibu warga di sekitar lingkungan pondok pesantren.
-   Ziarah. Kegiatan ziarah dilakukan oleh semua pondok pesantren yang dikaji, kecuali pada Pondok Pesantren Al-Amien Demak santri putri tidak dianjurkan untuk melakukan ziarah karena sebagian besar santri yang belajar di sana adalah santri putra. Kegiatan ziarah dilakukan sebagai wujud bakti santri kepada para sesepuh pondok pesantren. Di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang ziarah dilakukan santri putri setiap rabu sore, dan di pondok Pesantren Al Musjibiyah Tuban dilakukan setiap Jumat pagi .
-   Kegiatan kemasyarakatan di luar pondok pesantren. Selain kegiatan-kegiatan di dalam lingkungan pondok pesantren, santri putri juga dituntut aktif dalam kegiatan yang diadakan dilingkungan masyarakat sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat. Kegiatan kemasyarakatan ini dapat berupa partisipasi santri dalam pengajian-pengajian yang diadakan oleh masyarakat sekitar pondok pesantren serta memenuhi undangan-undangan untuk menjadi Qiro’ah atau menjadi guru di beberapa Taman Pendidikan Qur’an (TPQ) dan guru privat mengaji. Pondok pesantren yang giat melaksanakan kegiatan kemasyarakatan ini adalah Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang. Pondok Pesantren Al Musjibiyah melakukan kegiatan masyarakat dengan mengirimkan santri-santri pilihan untuk mengisi pengajian di lingkungan masyarakat sekitar setiap Jumat setelah shalat Jum’at.
-   Kerja Bakti (ro’an). Kegiatan ini dilakukuan di semua pondok pesantren. Jadwal kegiatan ini di setiap pondok pesantren bervariasi. Ada pondok pesantren yang melaksanakan kerja bakti seminggu sekali, ada yang melaksanakan setiap dua minggu sekali atau sebulan sekali. Waktu pelaksanaan nya biasanya pada hari Jum’at karena hari Jum’at merupakan hari libur untuk kegiatan pondok pesantren.

SANTRI PUTRI SEBAGAI USTADZAH

Di  pondok-pondok pesantren yang dikaji ada dua macam status santri putri yaitu santri putri sebagai santri dan santri putri sebagai ustadzah. Santri putri yang berstatus santri kedudukannya adalah sebagai orang yang belajar ilmu agama di pondok pesantren. Santri putri yang yang kemudian diberi tugas mengajar atau diangkat menjadi ustadzah adalah santri dari kelas ulya (kelas tertinggi di Madrasah Diniyah). Di Beberapa pondok pesantren proses untuk memilih santri yang akan diberi tugas sebagai ustadzah adalah sebagai berikut :

-   Di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang seorang santri yang akan ditugasi sebagai  ustadzah harus mempunyai ilmu yang mumpuni sesuai dengan materi/bidang  yang akan diajarkan. Untuk menjadi seorang ustadzah yang penting adalah penguasaan ilmu dan pengetahuan agama yang mendalam dibandingkan dengan pendidikan formal yang tinggi. Di Pondok Pesantren Addainuriyah pendidikan formal santrinya sangat heterogen yaitu terdiri dari berbagai macam tingkat dan jenjang pendidikan formal. Santrinya ada yang berstatus sarjana, mahasiswa, pelajar setingkat  SMU dan SMP. Seorang santri setingkat SMU dapat saja menjadi ustadzah  karena memiliki kemampuan dan pengetahuan agama yang mendalam sesuai dengan bidang yang akan diajarkan, dibandingkan dengan seorang mahasiswa yang pengetahuan agamanya masih belum memenuhi syarat untuk menjadi ustadzah. Pengangkatan seorang santri menjadi ustadzah diputuskan oleh Kyai setelah mempertimbangkan pandangan-pandangan para ustad dan ustadzah serta pengurus pondok pesantren yang lain. Dalam mengambil keputusan-keputusan penting termasuk pengangkatan ustadzah Kyai Dzikron Abdullah biasanya mendapatkan petunjuk melalui mimpi setelah beliau melakukan shalat istikharah. Seorang ustadzah harus memiliki dedikasi dan pengabdian yang tinggi dalam menjalankan tugas karena mereka tidak digaji.

-   Pondok Pesantren Al-Fadlilah Kendal menetapkan kriteria untuk menjadi ustadzah adalah harus lulus dari Madrasah Aliyah dan tahasus. Sebelum menjadi ustadzah seorang santri harus magang dulu  sebagai pengajar dengan sistim sorogan. Untuk mengangkat seorang ustadzah pengurus madrasah mengusulkan nama seorang santri sebagai calon ustadzah kepada pengurus pondok pesantren. Al-Fadlilah. Kemudian usulan tersebut disampaikan kepada KH. Dimyati Rois selaku pengasuh pondok pesantren. Keputusan akhir untuk menentukan seorang santri layak menjadi ustadzah atau tidak, sepenuhnya merupakan kebijakan KH. Dimyati Rois. Semua pengajar pondok pesantren Al-Fadlilah adalah santri senior dan putra Kyai. Pengajar di Pondok Pesantren Al-Fadlilah bekerja secara sukarela, mereka tidak mendapat gaji tetapi mereka mendapat makan.

-   Di Pondok Pesantren  Al Hikmah Brebes,  syarat-sayarat untuk menjadi seorang ustadzah adalah santri yang mempunyai akhlakul karimah, berdedikasi tinggi dan mumpuni dalam bidang akan diajarkan. Selain itu untuk menjadi seorang ustadzah dipilih dari santri senior atau santri yang sudah duduk pada jenjang tertinggi. Pengajar di pondok pesantren ini statusnya adalah pegawai pondok pesantren dan digaji oleh yayasan pondok pesantren.

-   Di Pondok Pesantren Al-Musjibiyah Tuban, pengangkatan seorang santri menjadi ustadzah adalah atas musyawarah pengurus pondok pesantren yang kemudian diusulkan kepada Kyai Ahsan Ghozali. 
Keputusan pengangkatan seorang ustadzah sepenuhnya merupakan kebijakan Kyai setelah mempertimbangkan dedikasi, akhlak dan kemampuan santri terhadap bidang pengajaran yang akan diberikan. Ustadzah yang mengajar di pondok pesantren Al-Musjibiyah 60% adalah alumni pondok pesantren tersebut. Sebagai pengajar para ustadzah ini berstatus sebagai pegawai yang digaji oleh pondok pesantren. Hampir sama dengan sistim pengangkatan tersebut di atas, Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus serta Pondok Pesnatren Al-Irsyat Rembang juga mengangkat ustadzah dari lingkungan santri pondok pesantren, selain juga ada ustadzah dari luar pondok pesantren .Para pengajar ini juga mendapatkan gaji dari pondok pesantren.

-   Di Pondok Pesantren  Al Amien Demak tidak ada ustadzah karena semua pengajar adalah laki-laki (ustadz). Semua pengajar tidak ada yang berasal dari luar pesantren, semuanya berasal dari dalam lingkungan pesantren. Para pengajar ini bekerja sukarela tanpa dibayar.

Santri putri yang berstatus sebagai ustadzah di beberapa pondok pesantren ada yang masih tetap belajar sebagai santri dan ada yang sudah tidak belajar sebagai santri setelah lulus dari pendidikan formalnya.

Khusus di Pondok Pesantren Addainuriyah 2 Semarang, santri putri yang sekaligus berstatus ustadzah, mereka masih tetap belajar sebagai santri. Menurut mereka, belajar agama di pondok pesantren tidak mengenal istilah selesai atau lulus. Mereka masih dapat mempelajari berbagai ilmu dari  Kyai, dari teman-teman sesama santri dan dari lingkungan di luar pondok pesantren. Di Pondok Pesantren Addainuriyah ada beberapa santri-ustadzah yang sarjana, tetapi mereka masih menginginkan terus belajar agama di pondok pesantren tersebut.

Sebagai ustadzah mereka dapat memanfaatkan ilmu yang diperoleh melalui pendidikan formal untuk memperkaya wawasan dan pembelajaran di pondok pesantren. Selain itu pengetahuan umum dalam berbagai bidang dapat memperkaya dan menghidupkan diskusi tentang masalah kekinian yang dikaitkan dengan agama.

Santri putri yang sekaligus sebagai ustadzah  mempunyai peran yang cukup penting karena sebagai santri yang dianggap senior serta sebagai pengajar mau tidak mau mereka harus menjadi contoh dan panutan santri-santri yang lain. Kewenangan ustadzah dalam pondok pesantren hanya sebatas pada masalah pengajaran , kecuali bila ustadzah juga merangkap sebagai pengurus pondok pesantren. Sebagai ustadzah dan pengurus pondok pesantren mereka dituntut dapat membantu dan menjadi kepanjangan tangan Kyai dalam mengelola pondok  pesantren. Peran aktif santri-ustadzah secara umum dapat kita lihat pada setiap pertemuan dan musyawarah yang membahas pengembangan pondok pesantren. Para santri-ustadzah ini banyak memberikan masukan/saran dan inovasi-inovasi yang mungkin dapat diterapkan untuk pengembangan pengajaran di pondok pesantren. Selain berperan dalam proses pembelajaran santri di pondok pesantren, santri-ustadzah juga berperan untuk mengawasi dan membimbing santri putri dalam belajar dan mengembangkan budi pekerti yang baik. 

Oleh karena itu, matilah kita bersama-sama merubah kembali tradisi-tradisi budaya jelek kita ini, ke dalam budaya Islam yang murni. Sehingga budaya jelek ini tidaklah menjadi suatu kebiasaan yang akhirnya menjadi sebuah watak bagi kita. Dan mudah-mudahan, kita semua tergolong orang-orang yang memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.


sumber dikutip dari :
[1]  http://eprints.undip.ac.id/
[2]  http://punkersmuslim.tumblr.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar